Tampilkan postingan dengan label info perikanan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label info perikanan. Tampilkan semua postingan
Jumat, 30 September 2011
Budi Daya Rumput Laut Sangat Prospektif
Budi Daya Rumput Laut Sangat ProspektifPanjang garis pantai Indonesia yang mencapai 95.181 kilometer atau keempat terpanjang di dunia merupakan anugerah tak terkira bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, kondisi tersebut berkaitan erat dengan potensi sumber daya alam yang terkandung di dalam perairan Nusantara.Potensi tersebut sangat beragam, mulai dari aneka jenis ikan, tumbuhan laut, obat-obatan, terumbu karang, hingga wisata bahari. Menurut Direktur lenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ketut Sugama, dari seluruh potensi yang ada itu, budi daya ikan merupakan ladang bisnis yang sangat prospektif. Pengembangan bidang budi daya ikan diyakini dapat men-dongkrak tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir. "Budi daya ikan waktunya relatif cepat. Lihat saja, ikan dengan ukuran 1 kilogram saja sudah dapat dijual," ujai Ketut, di lakarta, Sela- sa (27/9).Selain budi daya ikan, potensi yang ada di sektor kelautan dan perikanan adalah budi daya rumput laut. Kemudahan dalam melakukan budi daya komoditas yang satu itu menjadikan banyak nelayan tertarik menggelutinya. Ketut mengatakan hanya dengan modal 3,5 juta rupiah dan lahan 50 x 50 meter, para nelayan telah dapat membudidayakan rumput laut. "Dalam waktu 45 hari, para nelayan sudah dapat menikmati masa panen," tambahnya.Prospektifnya bisnis rumput laut diungkapkan pula SoenanHadi Poernomo, Dosen Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Sekolah Tinggi Ilmu Perikanan lakarta. Menurut dia, agar potensi bisnis rumput laut bisa dikembangkan secara optimal, sebaiknya Indonesia tidak mengekspor rumput laut sebagai bahan mentah. "Usahakan agar pengolahan rumput laut bisa dilakukan di dalam negeri sehingga nilainya lebih tinggi ka-i im iii dijual sebagai barang jadi," kata Soenan.Soenan menambahkan rumput laut juga berpotensi dijadikan bahan bakar alternatif (bio-fuel) pengganti bahan bakar minyak yang berasal fosil. "Tinggal diusahakan secara komersial karena sekarang ini rumput laut sudah banyak dilirik sebagai bahan biofuel. Salah satu ne-gara yang telah memanfaatkannya adalah Korea Selatan," imbuh Soenan.Khusus di Indonesia, hasil budi daya rumput laut selama ini lebih banyak diekspor ke China. Negeri Tirai Bambu itu lantas mengolah rumput laut asal Indonesia tersebut menjadi aneka produk, mulai dari kosmetika, bahan makanan, obat, cat tembok, cat untuk membatik, sampai pasta gigi.Dalam pandangan Soenan, apa yang dilakukan China tersebut bukan mustahil dapat pula dilakukan Indonesia Sebagai langkah awal, hendaknya dipilih bibit rumput laut dari hasil pem-benihan yang terbaik. Salah satu daerah di Tanah Air yang memiliki bibit rumput laut yang bagus adalah Nusa Tenggara Barat (NTB).Setelah memilih bibit rumput laut terbaik, langkah yang perlu ditempuh adalah membuat mekanisme pasar yang tidak rumit. Artinya, lokasi produksi dan pengolahan rumput laut sebaiknya tidak terlalu jauh dari pasar sehingga biaya transportasi bisa ditekan. Saat ini wilayah percontohan budi daya rumput laut kebanyakan berada di kawasan timur Indonesia, di antaranya Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan NTB."Saya sangat optimistis budi daya rumput laut memiliki masa depan yang bagus. Sebab, potensi bisnisnya besar. Selain itu, teknologi yang ada sekarang juga sudah mumpuni, pasarnya tersedia serta ramah lingkungan," pungkas Soenan. uci/E-2Sumber: KoranJakarta,29September2011, Hal.9
Jumat, 23 September 2011
Pengolahan Pindang Bangkitkan Usaha Kecil
Pengolahan Pindang Bangkitkan Usaha Kecil
SURABAYA - Pemerintah akan terus mendorong pengembangan industri pengolahan ikan pindang. Komoditas perikanan ini terbukti berhasil menggerakkan usaha kecil di seluruh Indonesia. Ikan pindang khas produk dalam negeri. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Victor PH Nikiju-luw menyajikan, produk ikan pindang perlu mendapatkan apresiasi yang lebih besar.
Pemindangan ikan adalah teknik pengolahan dan pengawetan ikan dengan cara direbus dan diberi sedikit garam. Victor menjelaskan, ikan asap dan ikan asin banyak juga dimiliki negara lain. Di Eropa, misalnya, ada yang namanya smoke salmon. Sama halnya garam tidak hanya ditemukan di Indonesia, tetapi di Timur Tengah. "Hanya pindang yang tidak ada di negara lain, murni milik Indonesia. Terlebih hampir seluruh industri pengolahan pindang adalah usaha kecil menengah," ungkap Victor disela Pameran Produk Bahari 2011dan Pengukuhan Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Pindang Dean Indonesia (Appikando) di Surabaya, Rabu (21/9).Saat ini, sambung dia. dari total produksi ikan secara nasional yang mencapai 11 juta ton per tahun, 15% dikelola menjadi ikan pindang. Dari jumlah itu, yang dikelola menjadi pindang mencapai 15% hingga 20%-nya, atau sekitar 2 juta ton per tahun, baik dari ikan tongkol, bandeng, ataupun cakalang. Adapun produksinya sejauh ini mencapai sekitar 18.000 ton per bulan.
Dengan asumsi jumlah pemindang di seluruh Indonesia mencapai 60.000 orang. Selain itu, jumlah pelaku usaha pemindangan secara nasional juga terus bertambah hingga mencapai sekitar 60.000 unit dari 100.000 unit usaha kecil pengolahan ikan. Sedangkan sisanya adalah pembuatan kerupuk, bakso ikan, abon ikan, dan lain sebagainya. "Pindang ini mempunyai kekuatan di UKM. Sehingga peningkatan taraf kerja industri pengolahan ikan pindang sama hal-nya mendorong UKM untuk bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi agar bisa menembus pasar ekspor," tandasnya.Ke depan, Victor berharap pengolahan pindang perlu ditingkatkan. Karena selama ini proses produksinya dengan cara tradisional yang kurang efektif.
Padahal jika dikembangkan menjadi lebih baik, hal itu sangat terbuka lebar. Mengingat pasarnya juga sangat luas sementara potensi juga sangat besar. "Kami berharap pemindangan akan semakin besar dengan adanya peningkatan teknologi tepat guna. Sebab, selama ini proses pemindangan dilakukan dengan cara tradisional," tekannya.Saat ini. kata Victor, sedang dikembangkan proses pemindangan yang lebih baik dan lebih higienis. Yaitu dengan mengasapkan ikan yang sudah direbus tersebut. Hasilnya, pindang akan lebih lama bertahan dan akan menjadi lebih bagus. "Dengan peningkatan kualitas, saya yakin kinerjanya akan menjadi semakin membaik," pungkasnya, (ros)Sumber: InvestorDailyIndonesia,23September2011, Hal.7
SURABAYA - Pemerintah akan terus mendorong pengembangan industri pengolahan ikan pindang. Komoditas perikanan ini terbukti berhasil menggerakkan usaha kecil di seluruh Indonesia. Ikan pindang khas produk dalam negeri. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Victor PH Nikiju-luw menyajikan, produk ikan pindang perlu mendapatkan apresiasi yang lebih besar.
Pemindangan ikan adalah teknik pengolahan dan pengawetan ikan dengan cara direbus dan diberi sedikit garam. Victor menjelaskan, ikan asap dan ikan asin banyak juga dimiliki negara lain. Di Eropa, misalnya, ada yang namanya smoke salmon. Sama halnya garam tidak hanya ditemukan di Indonesia, tetapi di Timur Tengah. "Hanya pindang yang tidak ada di negara lain, murni milik Indonesia. Terlebih hampir seluruh industri pengolahan pindang adalah usaha kecil menengah," ungkap Victor disela Pameran Produk Bahari 2011dan Pengukuhan Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Pindang Dean Indonesia (Appikando) di Surabaya, Rabu (21/9).Saat ini, sambung dia. dari total produksi ikan secara nasional yang mencapai 11 juta ton per tahun, 15% dikelola menjadi ikan pindang. Dari jumlah itu, yang dikelola menjadi pindang mencapai 15% hingga 20%-nya, atau sekitar 2 juta ton per tahun, baik dari ikan tongkol, bandeng, ataupun cakalang. Adapun produksinya sejauh ini mencapai sekitar 18.000 ton per bulan.
Dengan asumsi jumlah pemindang di seluruh Indonesia mencapai 60.000 orang. Selain itu, jumlah pelaku usaha pemindangan secara nasional juga terus bertambah hingga mencapai sekitar 60.000 unit dari 100.000 unit usaha kecil pengolahan ikan. Sedangkan sisanya adalah pembuatan kerupuk, bakso ikan, abon ikan, dan lain sebagainya. "Pindang ini mempunyai kekuatan di UKM. Sehingga peningkatan taraf kerja industri pengolahan ikan pindang sama hal-nya mendorong UKM untuk bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi agar bisa menembus pasar ekspor," tandasnya.Ke depan, Victor berharap pengolahan pindang perlu ditingkatkan. Karena selama ini proses produksinya dengan cara tradisional yang kurang efektif.
Padahal jika dikembangkan menjadi lebih baik, hal itu sangat terbuka lebar. Mengingat pasarnya juga sangat luas sementara potensi juga sangat besar. "Kami berharap pemindangan akan semakin besar dengan adanya peningkatan teknologi tepat guna. Sebab, selama ini proses pemindangan dilakukan dengan cara tradisional," tekannya.Saat ini. kata Victor, sedang dikembangkan proses pemindangan yang lebih baik dan lebih higienis. Yaitu dengan mengasapkan ikan yang sudah direbus tersebut. Hasilnya, pindang akan lebih lama bertahan dan akan menjadi lebih bagus. "Dengan peningkatan kualitas, saya yakin kinerjanya akan menjadi semakin membaik," pungkasnya, (ros)Sumber: InvestorDailyIndonesia,23September2011, Hal.7
Kamis, 15 September 2011
PERBEDAAN IKAN BERFORMALIN DAN TIDAK BERFORMALIN
kawan-kawan sekedar mengulang info berita dan sebagainya(hehhehehee) sekitar 5 hari yang lalu Penemuan ikan-ikan selundupan di Pemangkat setelah Polda Kalimantan Barat menangkap sebuah mobil boks pengangkut 1,9 ton ikan selundupan dari Malaysia (yahhhhh indonesia kurang ikan iyo? kyak so te ada laut sj hehehhehehehehee)di jalan Trans-Kalimantan, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya. Saat penangkapan di Ambawang, sopir mobil boks juga mengatakan bahwa ikan yang dibawanya diawetkan menggunakan formalin agar tahan sampai ke Pontianak.Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pontianak, Kalimantan Barat, menguji tiga sampel ikan selundupan asal Malaysia yang ditemukan di dalam kemasan rapi di Pelabuhan Pemangkat, Kabupaten Sambas. Hasil uji menunjukkan ikan-ikan selundupan asal Malaysia itu positif mengandung bahan pengawet berbahaya berupa formalin.
Apa itu formalin?
Formalin atau formaldehida adalah bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet. Sebenarnya fungsi formalin adalah sebagai desinfektan namun oleh sebagian orang disalah gunakan untuk mengawetkan ikan untuk mencegah kerugian. Formalin dapat berguna sebagai desinfektan karena membunuh sebagian besar bakteri dan jamur (termasuk spora mereka). Hal ini juga digunakan sebagai pengawet dalam vaksin, dimana formalin digunakan untuk membunuh virus dan bakteri yang tidak diinginkan yang mungkin mencemari vaksin
selama produksi. Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid. Di pasaran, formalin bisa ditemukan dalam bentuk yang sudah diencerkan, dengan kandungan formaldehid 10 – 40% dan secara fisik seperti cairan putih jernih dengan bau yang menyengat dan tajam.
selama produksi. Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid. Di pasaran, formalin bisa ditemukan dalam bentuk yang sudah diencerkan, dengan kandungan formaldehid 10 – 40% dan secara fisik seperti cairan putih jernih dengan bau yang menyengat dan tajam.
bagaimana mengenali makanan yang diberi formalin? (hmmmm kayak selebritis sj nih..hehe)
Prinsipnya adalah makanan yangdiberi formalin akan awet, keras dan tidak membusuk. Ikan yang diberi formalin tidak akan dimakan oleh kucing sebab kucing memiliki penciuman yang tajamterhadap bau formalin. Walaupun manusia tidak bisa mencium bau formalin pada bahan makanan namun kucing atau anjing memiliki penciuman yang tajam sehingga hewan ini tidak akan makan makanan yang mengandung formalin. Kesimpulannya jika ayam atau ikan yang kita berikan kepada kucing namun kucing tidak mau makan maka ikan tersebut sudah diberi formalin Ciri kedua adalah ikan yang diberi formalin tidak akan didatangi dan dikerubungi oleh lalat. Lalat memiliki penciuman yang tajam jika ada hewan yang mati maka akan langsung datang menghampiri hewan yang mati tersebut. Jika ayam dan ikan diberi formalin maka lalat tidak akan datang menghampirinya. Tips ini dapat kita pakai saat hendak membeli ikan atau ayam di pasar.
bagaimana Ciri ikan mengandung formalin? (haaaaa ni dia yang beken bahan berita lalu..ckckckckckckc)
Ciri-ciri ikan yang mengandung formalin :1. Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25 derajat Celsius)
2. Warna insang merah tua dan tidak cemerlang, bukan merah segar
3. Warna daging ikan putih bersih
4. Bau menyengat, bau formalin, dan kulit terlihat cerah mengkilat
5. Daging kenyal
6. Lebih awet dan tidak mudah busuk walau tanpa pengawet seperti es
7. Ikan Berformalin Dijauhi Lalat
8. Tidak terasa bau amis ikan
Ciri ikan segar tanpa formalin :
1. Bila dalam 1 hari pun tanpa pengawetan misalnya dengan es maka ikan akan rusak dan tidak layak konsumsi lagi.
2. warna ingsang merah dan cemerlang dan terlihat segar
3. Bau ikan khas dan segar
4. lebih mudah busuk bila tanpa diawetkan terus dengan es
5. Ikan dapat dihinggapi lalat
Ciri-ciri Ikan asin berformalin :
- Tidak rusak sampai lebih dari sebulan pada suhu kamar(25°C)
- Warna bersih dan cerah
- Tidak berbau khas ikan asin dan tidak mudah hancur
- Tidak dihinggapi oleh lalat bila diletakkan di tempat terbuka
Ciri-ciri ikan asin tanpa formalin :
-Warna ikan asin ada yg kecokelatan
- Aroma masih khas ikan asin
- Dagingnya rentan / mudah hancur
- Dapat dihinggapi lalat
Bagaimana Cara melakukan pengujian Kandungan Formalin pada bahan Makanan? (suka mo beken juga tpi sy blum mengerti ni...)
Umumnya, formalin merupakan larutan formaldehida 37% dalam larutan air. Cara mengisolasi formalin dari makanan (misalkan tahu) dapat dilakukan dengan mengekstrak makanan menggunakan pelarut H2O pada suhu ruangan. Analisis formalin bisa dilakukan dengan metode enzimatis secara fluorimetri, HPLC, GC dan spektrofotometri. Dari kesemuanya yang sering digunakan, yakni metode spektrofotometri (karena mudah dan murah) dengan mereaksikan formalin dengan alkanon dalam media garam asetat sehingga terbentuk senyawa kompleksberwarna kuning.
Rabu, 14 September 2011
Rumah Rumput Laut
Rumah Rumput Laut
Biaya operasional di bagian hilir budidaya rumput laut bisa dipangkas.
Kantong berkarbon akan segera menggeser aplikasi metode penanaman dan penanganan pasca panen rumput laut yang dikembangkan sejak tahun 70-an hingga kini. Teknologi baru ini akan melindungi rumput laut dari serangan predator dan menjaga tanaman agar tetap bersih.
Sorot mata Agus Cahyadi tertuju ke perempuan baya yang duduk di pinggir pantai. Pria berkacamata itu penasaran dengan apa yang sedang dilakukan si ibu sehingga tidak bergeming dari tempat duduknya. Dengan langkah ringan, ia menghampiri perempuan berkulit sawo matang yang duduk di depan seonggok rumput laut segar.
Dari dekat ia bisa menyaksikan secara jelas bagaimana ketelatenan jemari si ibu menyortasi kotoran (sampah) yang menempel di rumput laut. Lalu, Agus bertanya, "Apa yang menjadi kendala menyortasi rumput laut sehingga harus bela-ma-lama duduk di sini?"
Perempuan yang rambutnya mulai dipenuhi uban itu memaparkan ihwal kesulitannya mengurai benang pancing yang tersangkut di tali pengikat rumput laut. Pasalnya, dibutuhkan kehati-hatian ekstra agar batang rumput laut yang ringkih itu tidak banyak terputus (fragmentanon). Perempuan itu juga mengeluhkan terkadang feses yang terbawa bersamaan dengan sampah menempel pada rumput laut. Adapun penanganan pasca panen rumput laut im butuh waktu lama karena jumlahnya memang sangat banyak.
Maklum, nenek itu bekerja di sebuah sentra pengembangan budidaya rumput laut di kepulauan Wakatobi. Sulawesi Tenggara. Menurut Agus yang notabene peneliti dari Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, kepulauan Wakatobi merupakan penghasil rumput laut yang menyumbangkan rumput laut secara nasional. Dengan luas lautnya yang mencapai 1,4 juta hektar, 40 persen merupakan habitat rumput laut. 1 Liliit.ii itu terpusat di Kecamatan Wangi-wangi, Kaledupa, dan Tomia.
Sayangnya, potensi rumput laut yang begitu besar di Wakatobi itu hingga saat ini masih menerapkan pendekatan teknologi penanaman danpascapanenera70-an.Teknolo-gi penanaman masih menggunakan metode mengikatkan bibit rumput laut pada tali-tali dengan botol-botol bekas sebagai pelampungnya dan dipatok secara berjajar-jajar di daerah perairan laut di kedalaman antara 30-60 sentimeter.
Penerapan teknologi tersebut butuh perawatan secara teratur. Sebagai contoh pengawasan secara kontinu untuk mengontrol posisi rumput laut yang ditebar setelah ombak laut ke arah pantai meng-gesernya. Biasanya faktor angin juga mempengaruhi posisi bibit mengumpul di areal tertentu sehingga perlu dipisahkan dan ditebar merata lagi.
Belum lagi permasalahan kotoran atau sampah yang acap kali melekat di rumput laut. Kotoran ini akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Cara mengatasinya dengan menggoyang-goyang tanaman agar selalu bersih dari kotoran. Selain kotoran, organisme yang menumpang hidup dan tumbuh pada inangnya seperti gulma, lumut, atau rumput laut lainnya harus disingkirkan supaya tidak menurunkan produktivitas kualitas hasil.
Ada pula organisme yang mengganggu, merusak, bahkan memangsa rumput laut berupa ikan baronang, penyu, dan bulu babi. Hewan herbivora itu harus dicegah masuk ke tempat budidaya. Caranya memasang jaring di sekeliling daerah budidaya.
"Penerapan teknologi konvensional di bagian hilir budidaya rumput laut itu membutuhkan biaya operasional cukup besar. Sebab, petani pembudidaya harus bolak-balik dari daratan ke perairan dengan menggunakan perahu berbahan bakar bensin," ujar Agus yang mulai melakukan riset pengembangan teknologi bahan budidaya rumput laut sejak 2009.
Pelbagai permasalahan perawatan tesebut juga menyebabkan kuota panen rumput laut bisa berubah-mbah, kadang stabil atau bahkan anjlok. Pun pendekatan teknologi pasca panen konvensional me-nyebabkan biaya produksi cukup mahal, karena harus memperkerjakan orang untuk menyortasi dan membersihkan rumput laut dengan menggunakan air tawar.
Solusi
Berangkat dari permasalahan tersebut, Agus putar otak untuk mencari solusi memakas biaya operasional di bagian hilir budidaya rumput laut. Tercetus metode yang lazim digunakan para petani buah melindungi mangga atau sejenisnya dari serangan lalat dengan cara membungkusnya. "Metode yang biasa diterapkan di darat itu kenapa tidak dicoba di perairan," cetus Agus yang tiga tahun lalu belum sepenuhnya yakin gagasannya akan berhasil.
Untuk itu, ia menggunakan biaya pribadi untuk melakukan riset pembuatan kantong pelindung rumput laut. Awalnya ia membuat kantong pelindung dari jaring ber-lapis satu berbentuk silinder agar kotoran tidak bisa masuk. Jaring tersebut dilapisi dengan karbon aktif dan bahan organik layaknya sebagai .11 ii iti 11iiin agar organisme seperti gulma, lumut, atau rumput laut lainnya tidak menumpang hidup di dalam silinder. Karbon aktif tersebut dilekatkan dengan menggunakan getah suatu tanaman melalui proses destilasi.
Selanjutnya, proses uji coba dilakukan dengan membuat beberapa kantong pelindung yang telah dilapisi karbon untuk melindungi rumput laut jenis kotoni dari gangguan hama, epifit, dan kotoran di tempat budidaya rumput laut. Kantong itu diikat pada tali-tali yang dipatok secara berjajar-jajar di daerah perairan laut dan diapungkan menggunakan botol.
"Apa pun hasil rumput laut yang telah dilindungi kantong berlapis karbon, saya harus membeli kepada petani yang memiliki tempatbudidaya," kata Agus dengan perasaan harap-harap cemas menanti panen rumput kurang lebih 25 hari lamanya.
Tak dinyana, riset awal yang menelan biaya sekitar dua juta rupiah itu membuahkan hasil cukup memuaskan. Rumput laut bisa tumbuh secara normal di dalam kantong berkarbon iikiI.ii dari awal pemasangan tunas hingga pemanenan. Lebih dari itu, hasil rumput laut di dalam kantong ketika dipanen sudah bersih. Hanya saja, karena jaring berlapis satu muka maka ada sebagian yang rusak, mungkin karena serangan hewan herbivora.
Untuk menutup kelemahan tersebut maka dalam riset lanjutan didesain kantong rumput laut dengan jaring berlapis dua muka, taring lapis pertama berfungsi melindungi rumput laut dari gangguan hewan predator dan sampah laut, dan jaring lapis kedua yang me-ngandung karbon aktif berperan mencegah gangguan organisme parasit.
Kantong rumput laut berkarbon ini memiliki tinggi 40 sentimeter dan berdiameter 30 sentimeter. Spesifikasi tersebut bisa digunakan untuk menanam bibit minimal 200 gram. Adapun perkiraan isi kantong berkarbon pada masa panen sekitar kurang lebih tiga kilogram. "Dengan demikian kuota hasil panen rumput laut bisa diperkirakan," kata Agus. Imbuh Agus, produk perdana Kantong Rumput Laut berkarbon ini juga akan dipamerkan di pameran Teknologi Tepat Guna pada bulan Oktober di Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
Lebih penting dari itu, biaya operasional di bagian hilir budidaya rumput laut bisa dipangkas. Pasalnya, setelah proses penanaman hingga panen tidak perlu perawatan yang berarti. Penanganan pasca panen seperti penyortiran dan pembersihan bisa diminimalisir karena hasil rumput laut di dalam kantong berkarbon sudah bersih.ladi hasil panen rumput laut bisa langsung dijemur dan diproses lebih lanjut sebagai bahan baku (tepung) untuk industri pangan, kosmetik, tekstil, dan lainnya. Pangsa pasar rumput laut di manca negera pun dari tahun ke tahun semakin cerah. Negara di dunia yang siap menampung produk rumput laut mentah atau setengah jadi (tepung) di antaranya Hongkong, Korea Selatan, Prancis, Inggris, Kanada, Amerika Serikat, dan lepang.
Dengan demikian Indonesia bisa menjadikan rumput laut sebagai komoditas andalan penghasil devisa negara. Hal itu bukan lagi perkara mustahil jika melihat hasil penelitian kantong rumput laut berkarbon di Wakatobi sangat memuaskan. Tunas rumput laut bisa leluasa tumbuh sehingga produktivitas meningkat. agung wredho
Sumber: KoranJakarta,13September2011,Hal 5
Biaya operasional di bagian hilir budidaya rumput laut bisa dipangkas.
Kantong berkarbon akan segera menggeser aplikasi metode penanaman dan penanganan pasca panen rumput laut yang dikembangkan sejak tahun 70-an hingga kini. Teknologi baru ini akan melindungi rumput laut dari serangan predator dan menjaga tanaman agar tetap bersih.
Sorot mata Agus Cahyadi tertuju ke perempuan baya yang duduk di pinggir pantai. Pria berkacamata itu penasaran dengan apa yang sedang dilakukan si ibu sehingga tidak bergeming dari tempat duduknya. Dengan langkah ringan, ia menghampiri perempuan berkulit sawo matang yang duduk di depan seonggok rumput laut segar.
Dari dekat ia bisa menyaksikan secara jelas bagaimana ketelatenan jemari si ibu menyortasi kotoran (sampah) yang menempel di rumput laut. Lalu, Agus bertanya, "Apa yang menjadi kendala menyortasi rumput laut sehingga harus bela-ma-lama duduk di sini?"
Perempuan yang rambutnya mulai dipenuhi uban itu memaparkan ihwal kesulitannya mengurai benang pancing yang tersangkut di tali pengikat rumput laut. Pasalnya, dibutuhkan kehati-hatian ekstra agar batang rumput laut yang ringkih itu tidak banyak terputus (fragmentanon). Perempuan itu juga mengeluhkan terkadang feses yang terbawa bersamaan dengan sampah menempel pada rumput laut. Adapun penanganan pasca panen rumput laut im butuh waktu lama karena jumlahnya memang sangat banyak.
Maklum, nenek itu bekerja di sebuah sentra pengembangan budidaya rumput laut di kepulauan Wakatobi. Sulawesi Tenggara. Menurut Agus yang notabene peneliti dari Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, kepulauan Wakatobi merupakan penghasil rumput laut yang menyumbangkan rumput laut secara nasional. Dengan luas lautnya yang mencapai 1,4 juta hektar, 40 persen merupakan habitat rumput laut. 1 Liliit.ii itu terpusat di Kecamatan Wangi-wangi, Kaledupa, dan Tomia.
Sayangnya, potensi rumput laut yang begitu besar di Wakatobi itu hingga saat ini masih menerapkan pendekatan teknologi penanaman danpascapanenera70-an.Teknolo-gi penanaman masih menggunakan metode mengikatkan bibit rumput laut pada tali-tali dengan botol-botol bekas sebagai pelampungnya dan dipatok secara berjajar-jajar di daerah perairan laut di kedalaman antara 30-60 sentimeter.
Penerapan teknologi tersebut butuh perawatan secara teratur. Sebagai contoh pengawasan secara kontinu untuk mengontrol posisi rumput laut yang ditebar setelah ombak laut ke arah pantai meng-gesernya. Biasanya faktor angin juga mempengaruhi posisi bibit mengumpul di areal tertentu sehingga perlu dipisahkan dan ditebar merata lagi.
Belum lagi permasalahan kotoran atau sampah yang acap kali melekat di rumput laut. Kotoran ini akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Cara mengatasinya dengan menggoyang-goyang tanaman agar selalu bersih dari kotoran. Selain kotoran, organisme yang menumpang hidup dan tumbuh pada inangnya seperti gulma, lumut, atau rumput laut lainnya harus disingkirkan supaya tidak menurunkan produktivitas kualitas hasil.
Ada pula organisme yang mengganggu, merusak, bahkan memangsa rumput laut berupa ikan baronang, penyu, dan bulu babi. Hewan herbivora itu harus dicegah masuk ke tempat budidaya. Caranya memasang jaring di sekeliling daerah budidaya.
"Penerapan teknologi konvensional di bagian hilir budidaya rumput laut itu membutuhkan biaya operasional cukup besar. Sebab, petani pembudidaya harus bolak-balik dari daratan ke perairan dengan menggunakan perahu berbahan bakar bensin," ujar Agus yang mulai melakukan riset pengembangan teknologi bahan budidaya rumput laut sejak 2009.
Pelbagai permasalahan perawatan tesebut juga menyebabkan kuota panen rumput laut bisa berubah-mbah, kadang stabil atau bahkan anjlok. Pun pendekatan teknologi pasca panen konvensional me-nyebabkan biaya produksi cukup mahal, karena harus memperkerjakan orang untuk menyortasi dan membersihkan rumput laut dengan menggunakan air tawar.
Solusi
Berangkat dari permasalahan tersebut, Agus putar otak untuk mencari solusi memakas biaya operasional di bagian hilir budidaya rumput laut. Tercetus metode yang lazim digunakan para petani buah melindungi mangga atau sejenisnya dari serangan lalat dengan cara membungkusnya. "Metode yang biasa diterapkan di darat itu kenapa tidak dicoba di perairan," cetus Agus yang tiga tahun lalu belum sepenuhnya yakin gagasannya akan berhasil.
Untuk itu, ia menggunakan biaya pribadi untuk melakukan riset pembuatan kantong pelindung rumput laut. Awalnya ia membuat kantong pelindung dari jaring ber-lapis satu berbentuk silinder agar kotoran tidak bisa masuk. Jaring tersebut dilapisi dengan karbon aktif dan bahan organik layaknya sebagai .11 ii iti 11iiin agar organisme seperti gulma, lumut, atau rumput laut lainnya tidak menumpang hidup di dalam silinder. Karbon aktif tersebut dilekatkan dengan menggunakan getah suatu tanaman melalui proses destilasi.
Selanjutnya, proses uji coba dilakukan dengan membuat beberapa kantong pelindung yang telah dilapisi karbon untuk melindungi rumput laut jenis kotoni dari gangguan hama, epifit, dan kotoran di tempat budidaya rumput laut. Kantong itu diikat pada tali-tali yang dipatok secara berjajar-jajar di daerah perairan laut dan diapungkan menggunakan botol.
"Apa pun hasil rumput laut yang telah dilindungi kantong berlapis karbon, saya harus membeli kepada petani yang memiliki tempatbudidaya," kata Agus dengan perasaan harap-harap cemas menanti panen rumput kurang lebih 25 hari lamanya.
Tak dinyana, riset awal yang menelan biaya sekitar dua juta rupiah itu membuahkan hasil cukup memuaskan. Rumput laut bisa tumbuh secara normal di dalam kantong berkarbon iikiI.ii dari awal pemasangan tunas hingga pemanenan. Lebih dari itu, hasil rumput laut di dalam kantong ketika dipanen sudah bersih. Hanya saja, karena jaring berlapis satu muka maka ada sebagian yang rusak, mungkin karena serangan hewan herbivora.
Untuk menutup kelemahan tersebut maka dalam riset lanjutan didesain kantong rumput laut dengan jaring berlapis dua muka, taring lapis pertama berfungsi melindungi rumput laut dari gangguan hewan predator dan sampah laut, dan jaring lapis kedua yang me-ngandung karbon aktif berperan mencegah gangguan organisme parasit.
Kantong rumput laut berkarbon ini memiliki tinggi 40 sentimeter dan berdiameter 30 sentimeter. Spesifikasi tersebut bisa digunakan untuk menanam bibit minimal 200 gram. Adapun perkiraan isi kantong berkarbon pada masa panen sekitar kurang lebih tiga kilogram. "Dengan demikian kuota hasil panen rumput laut bisa diperkirakan," kata Agus. Imbuh Agus, produk perdana Kantong Rumput Laut berkarbon ini juga akan dipamerkan di pameran Teknologi Tepat Guna pada bulan Oktober di Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
Lebih penting dari itu, biaya operasional di bagian hilir budidaya rumput laut bisa dipangkas. Pasalnya, setelah proses penanaman hingga panen tidak perlu perawatan yang berarti. Penanganan pasca panen seperti penyortiran dan pembersihan bisa diminimalisir karena hasil rumput laut di dalam kantong berkarbon sudah bersih.ladi hasil panen rumput laut bisa langsung dijemur dan diproses lebih lanjut sebagai bahan baku (tepung) untuk industri pangan, kosmetik, tekstil, dan lainnya. Pangsa pasar rumput laut di manca negera pun dari tahun ke tahun semakin cerah. Negara di dunia yang siap menampung produk rumput laut mentah atau setengah jadi (tepung) di antaranya Hongkong, Korea Selatan, Prancis, Inggris, Kanada, Amerika Serikat, dan lepang.
Dengan demikian Indonesia bisa menjadikan rumput laut sebagai komoditas andalan penghasil devisa negara. Hal itu bukan lagi perkara mustahil jika melihat hasil penelitian kantong rumput laut berkarbon di Wakatobi sangat memuaskan. Tunas rumput laut bisa leluasa tumbuh sehingga produktivitas meningkat. agung wredho
Sumber: KoranJakarta,13September2011,Hal 5
Minggu, 11 September 2011
Budidayakan Kepiting Ekspor
Budidayakan Kepiting Ekspor
Permintaan dari Jepang Mengalir
TAKALAR, KOMPAS - Demi keberlanjutan kegiatan ekspor daging rajungan ke Jepang, warga pesisir Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, didorong membudidayakan kepiting laut tersebut. Langkah itu sekaligus menjawab fenomena menyusutnya populasi rajungan di perairan Galesong dua tahun terakhir.
HiTiu.iw-.iti (32). pengusaha di Desa Bontosunggu. Kecamatan Galesong Utara. Kamis (8/9), mengatakan, pengusaha daging rajungan di Desa Bontosunggu mengaku sudah tidak mampu memenuhi pesanan eksportir setiap hari. Suplai ke sejumlah eksportir daging rajungan ke Jepang kini dilakukan seminggu sekali
Persediaan yang kian menipis akibat eksploitasi menyebabkan pengusaha sulit memenuhi permintaan ekspor daging rajungan ke Jepang yang terus meningkat dari 584 ton pada tahun 2007 menjadi 774 ton tahun lala
"Dulu, nelayan mampu mendapatkan 15-20 kilogram (kg) rajungan dengan berlayar sejauh 1 kilometer, tetapi kini rata-rata hanya dapat 1-2 ekor," katanya.
Kini nelayan harus berlayar hingga Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) dan Barru untuk mendapatkan rajungan.
Kondisi serupa dialami Hos-mah (38), pengusaha lainnya Minimnya pasokan dari nelayan membuat dia beralih menekuni usaha telur ikan terbang. Ia pernah memodali nelayan Rp 5 juta agar mencari rajungan ke Pangkep dan Barru, tetapi rugi karena umumnya rajungan sudah tidak segar lagi.
Bontosunggu dikenal sebagai sentra usaha daging rajungan. Di desa ini terdapat 10 pengusaha kepiting dengan 200 nelayan. Namun, merosotnya bahan baku rajungan membuat satu per satu usaha gulung tikar. Kini tinggal tersisa tiga UMKM. Mereka masih menyuplai daging kepiting ke sejumlah eksportir, seperti PT Nuansa Cipta Magello, PT Phillips Seafood Indonesia, dan PT Makmur Hasil Bahari seharga Rp 125.000 per kg.
Agar usaha itu kembali menggeliat, pengusaha dan nelayan membenihkan rajungan. Di bawah bimbingan tim dari Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Hasanuddin (Unhas), warga memanfaatkan bak-bak bekas pembenihan udang di belakang rumah masing-masing.
Guru Besar Perikanan dan Kelautan Unhas Yushinta Fujaya mengatakan, pembenihan yang telah diuji coba sejak dua bulan lalu berhasil mengembangbiak-kan induk rajungan. Apalagi, pembibitan menggunakan bak-bak bekas pembenihan udang berukuran 2x5 metermampu memacu tingkat kehidupan anakan rajungan. Satu ekor induk berbobot 100 gram bisa menuai 150.000 anakan.
Tambak mendangkal
Kontras dengan geliat ekonomi di Galesong, kehidupan warga di pesisir Teritip Mangkrak, Balikpapan, Kalimantan Timur, justru murung. Sekitar 150 hektar tambak milik warga setempat tidak terurus dan tak ditebari benur ikan dan udang. Pendangkalan tambak yang tidak terkendali menjadi penyebab. Selain itu, petambak menduga air tambak mengandung minyak. Siduriyani. petambak warga Pantai Empang RT 7 Teritip, mengatakan, sudah 10 tahun tambaknya tidak aktif. Halwin. warga RT 20 Gunung Tembak, Teritip, mengutarakan, tahun 2005 ia pernah menekuni usaha tambak. Ia gulung tikar karena lahan tidak produktif.
OUZ/PRA)
Sumber : Kompas 09 September 2011,hal. 21
Permintaan dari Jepang Mengalir
TAKALAR, KOMPAS - Demi keberlanjutan kegiatan ekspor daging rajungan ke Jepang, warga pesisir Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, didorong membudidayakan kepiting laut tersebut. Langkah itu sekaligus menjawab fenomena menyusutnya populasi rajungan di perairan Galesong dua tahun terakhir.
HiTiu.iw-.iti (32). pengusaha di Desa Bontosunggu. Kecamatan Galesong Utara. Kamis (8/9), mengatakan, pengusaha daging rajungan di Desa Bontosunggu mengaku sudah tidak mampu memenuhi pesanan eksportir setiap hari. Suplai ke sejumlah eksportir daging rajungan ke Jepang kini dilakukan seminggu sekali
Persediaan yang kian menipis akibat eksploitasi menyebabkan pengusaha sulit memenuhi permintaan ekspor daging rajungan ke Jepang yang terus meningkat dari 584 ton pada tahun 2007 menjadi 774 ton tahun lala
"Dulu, nelayan mampu mendapatkan 15-20 kilogram (kg) rajungan dengan berlayar sejauh 1 kilometer, tetapi kini rata-rata hanya dapat 1-2 ekor," katanya.
Kini nelayan harus berlayar hingga Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) dan Barru untuk mendapatkan rajungan.
Kondisi serupa dialami Hos-mah (38), pengusaha lainnya Minimnya pasokan dari nelayan membuat dia beralih menekuni usaha telur ikan terbang. Ia pernah memodali nelayan Rp 5 juta agar mencari rajungan ke Pangkep dan Barru, tetapi rugi karena umumnya rajungan sudah tidak segar lagi.
Bontosunggu dikenal sebagai sentra usaha daging rajungan. Di desa ini terdapat 10 pengusaha kepiting dengan 200 nelayan. Namun, merosotnya bahan baku rajungan membuat satu per satu usaha gulung tikar. Kini tinggal tersisa tiga UMKM. Mereka masih menyuplai daging kepiting ke sejumlah eksportir, seperti PT Nuansa Cipta Magello, PT Phillips Seafood Indonesia, dan PT Makmur Hasil Bahari seharga Rp 125.000 per kg.
Agar usaha itu kembali menggeliat, pengusaha dan nelayan membenihkan rajungan. Di bawah bimbingan tim dari Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Hasanuddin (Unhas), warga memanfaatkan bak-bak bekas pembenihan udang di belakang rumah masing-masing.
Guru Besar Perikanan dan Kelautan Unhas Yushinta Fujaya mengatakan, pembenihan yang telah diuji coba sejak dua bulan lalu berhasil mengembangbiak-kan induk rajungan. Apalagi, pembibitan menggunakan bak-bak bekas pembenihan udang berukuran 2x5 metermampu memacu tingkat kehidupan anakan rajungan. Satu ekor induk berbobot 100 gram bisa menuai 150.000 anakan.
Tambak mendangkal
Kontras dengan geliat ekonomi di Galesong, kehidupan warga di pesisir Teritip Mangkrak, Balikpapan, Kalimantan Timur, justru murung. Sekitar 150 hektar tambak milik warga setempat tidak terurus dan tak ditebari benur ikan dan udang. Pendangkalan tambak yang tidak terkendali menjadi penyebab. Selain itu, petambak menduga air tambak mengandung minyak. Siduriyani. petambak warga Pantai Empang RT 7 Teritip, mengatakan, sudah 10 tahun tambaknya tidak aktif. Halwin. warga RT 20 Gunung Tembak, Teritip, mengutarakan, tahun 2005 ia pernah menekuni usaha tambak. Ia gulung tikar karena lahan tidak produktif.
OUZ/PRA)
Sumber : Kompas 09 September 2011,hal. 21
Jumat, 09 September 2011
Beberapa potensi lahan untuk budidaya ikan air tawar
Beberapa potensi lahan untuk budidaya ikan air tawar
Ada 2 potensi lahan untuk budidaya ikan air tawaar yaitu potensi untuk kolam serta potensi lahan perairan umum.
1. Kolam
Ketersediaan air dan lahan untuk budidaya ikan merupakan suatu kebutuhan, air dan lahan merupakan media hidup ikan dan sumber daya perikanan. Tempat media hidup untuk budidaya ikan yang cocok yaitu lahan yang memiliki sumber air. Sumber air itu bisa berasal dari sungai, irigasi ataupun sumber mata air.
Daerah dataran rendah maupun dataran tinggi bisa dilakukan tempat untuk budidaya ikan asal ketersediaan air untuk budidaya ikan cukup. Kolam dapat dibuat dipekarangan rumah sedangkan untuk balong atau empang bisa dibangun di luar pekarangan rumah.
Budidaya ikan ini juga dapat dilakukan di sawah sebagai minapadi.
Potensi lahan budidaya ikan :
1. Danau : 1.800.000 Ha
2. Waduk : 50.000 Ha
3. Lahan yang sesuai untuk kolam dan minapadi : 650.000 Ha
(Kartamiharja, et.al.,2007)
2. Perairan umum ( Danau, waduk, sungai, saluran irigasi)
perairan umum yang meliputi danau, rawa, waduk, sungai kesemuanya merupakan potensi bagi budidaya ikan.
budidaya ikan di perairan umum dapat dilakukan dengan cara karamba, karamba jaring apung, maupun dengan hampang.
Ada 2 potensi lahan untuk budidaya ikan air tawaar yaitu potensi untuk kolam serta potensi lahan perairan umum.
1. Kolam
Ketersediaan air dan lahan untuk budidaya ikan merupakan suatu kebutuhan, air dan lahan merupakan media hidup ikan dan sumber daya perikanan. Tempat media hidup untuk budidaya ikan yang cocok yaitu lahan yang memiliki sumber air. Sumber air itu bisa berasal dari sungai, irigasi ataupun sumber mata air.
Daerah dataran rendah maupun dataran tinggi bisa dilakukan tempat untuk budidaya ikan asal ketersediaan air untuk budidaya ikan cukup. Kolam dapat dibuat dipekarangan rumah sedangkan untuk balong atau empang bisa dibangun di luar pekarangan rumah.
Budidaya ikan ini juga dapat dilakukan di sawah sebagai minapadi.
Potensi lahan budidaya ikan :
1. Danau : 1.800.000 Ha
2. Waduk : 50.000 Ha
3. Lahan yang sesuai untuk kolam dan minapadi : 650.000 Ha
(Kartamiharja, et.al.,2007)
2. Perairan umum ( Danau, waduk, sungai, saluran irigasi)
perairan umum yang meliputi danau, rawa, waduk, sungai kesemuanya merupakan potensi bagi budidaya ikan.
budidaya ikan di perairan umum dapat dilakukan dengan cara karamba, karamba jaring apung, maupun dengan hampang.
Kamis, 08 September 2011
KKP Kembangkan Pengolahan Air Laut
KKP Kembangkan Pengolahan Air Laut
PADANG - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan pengolahan air laut khususnya air laut dalam (deep sea water) untuk dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan manusia dalam mengatasi krisis air di masa depan.
"Air laut dalam dikemas dan dipasarkan dalam botol sebagai air mineral setelah melalui proses desalinasi." kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad yang disampaikan Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi KKP Yulistyo Mudho dalam siaran persnya di Padang, Senin (5/9).
Menurut dia, air laut dalam dengan kandungan mineralnya setelah diolah dengan proses desalinasi, sangat penting dan bermanfaat untuk suplai air bersih bagi kelangsungan hidup dan kesehatan tubuh manusia.
Proses desalinasi itu. kata Fadel,juga akan menghasilkan garam berkualitas tinggi dan dapat diaplikasikan untuk berbagai kegunaan yaitu untuk budidaya perikanan, budidaya pertanian, bahan kosmetik, obat-obatan, serta sebagai pendingin ruangan.
"Dalam pembangunan industri air laut dalam, Indonesia memulai dengan kapasitas produksi air mineral laut dalam skala kecil, yaitu mulai dari kapasitas sedot air laut dalam 10-15 ton/hari dengan aplikasi sistem bergerak," ujarnya.
Kini, kata Fadel, kegiatan industri air laut dalam meningkat kapasitas sedotnya menjadi 40-60 ton/hari dengan menggunakan dua kapal berukuran 60-100 GT.
"Sedangkan investasi yang digunakan untuk mengembangkan industri air laut dalam pada tahap awal dengan kapasitas kecil dibutuh-kan dana Rp 15 miliar," tuturnya.
Fadel menambahkan, berdasarkan hasil penelitian KKP bahwa ada beberapa lokasi di perairan Indonesia yang sangat baik digunakan sebagai sumber air mineral dari air laut dalam, seperti di Nusa Penida dan Gondol Provinsi Bali. Selat Lombok, dan perairan sekitar Pulau Biak.
Selain itu juga di perairan di sekitar Pelabuhan Ratu, Provinsi Jawa Barat, perairan sekitar Ujung Pandang, Provinsi Sulawesi Selatan, Perairan Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Perairan Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Dia menambahkan, penyediaan air mineral dari air laut dalam merupakan suatu kegiatan yang bersifat strategis untuk mengantisipasi kemungkinan krisis air bersih di masa mendatang, (ant)
"Air laut dalam dikemas dan dipasarkan dalam botol sebagai air mineral setelah melalui proses desalinasi." kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad yang disampaikan Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi KKP Yulistyo Mudho dalam siaran persnya di Padang, Senin (5/9).
Menurut dia, air laut dalam dengan kandungan mineralnya setelah diolah dengan proses desalinasi, sangat penting dan bermanfaat untuk suplai air bersih bagi kelangsungan hidup dan kesehatan tubuh manusia.
Proses desalinasi itu. kata Fadel,juga akan menghasilkan garam berkualitas tinggi dan dapat diaplikasikan untuk berbagai kegunaan yaitu untuk budidaya perikanan, budidaya pertanian, bahan kosmetik, obat-obatan, serta sebagai pendingin ruangan.
"Dalam pembangunan industri air laut dalam, Indonesia memulai dengan kapasitas produksi air mineral laut dalam skala kecil, yaitu mulai dari kapasitas sedot air laut dalam 10-15 ton/hari dengan aplikasi sistem bergerak," ujarnya.
Kini, kata Fadel, kegiatan industri air laut dalam meningkat kapasitas sedotnya menjadi 40-60 ton/hari dengan menggunakan dua kapal berukuran 60-100 GT.
"Sedangkan investasi yang digunakan untuk mengembangkan industri air laut dalam pada tahap awal dengan kapasitas kecil dibutuh-kan dana Rp 15 miliar," tuturnya.
Fadel menambahkan, berdasarkan hasil penelitian KKP bahwa ada beberapa lokasi di perairan Indonesia yang sangat baik digunakan sebagai sumber air mineral dari air laut dalam, seperti di Nusa Penida dan Gondol Provinsi Bali. Selat Lombok, dan perairan sekitar Pulau Biak.
Selain itu juga di perairan di sekitar Pelabuhan Ratu, Provinsi Jawa Barat, perairan sekitar Ujung Pandang, Provinsi Sulawesi Selatan, Perairan Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Perairan Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Dia menambahkan, penyediaan air mineral dari air laut dalam merupakan suatu kegiatan yang bersifat strategis untuk mengantisipasi kemungkinan krisis air bersih di masa mendatang, (ant)
Sumber : Investor Daily, 07 September 2011,hal. 7
Minggu, 04 September 2011
Alasan Kenapa Ikan dibudidayakan
Alasan Kenapa Ikan dibudidayakan
Ikan merupakan jenis hewan yang menyediakan makanan bagi manusia. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya membutuhkan karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan protein. Disamping Protein dari hewan darat ikan juga menyediakan protein yang tinggi bagi manusia. Nilai giji yang dimiliki oleh daging ikan sangat baik hal ini dikarenakan bahwa daging ikan memiliki nilai cerna dan nilai biologis yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hewan lainnya.
Protein pada ikan mengandung asam amino esensial sempurna. semua jenis asam amino essensial yang ada pada ikan yaitu : Leusin, Lisin, Iso Leusin, tripthophan dan lain-lain.
daging ikan terdiri :
1. Protein 15-24%
2. Glikogen / karbohidrat 1-3%
3. Lemak 1 - 22%
4. Air 66 - 84%
5. dan bahan organik lain sebesar 0,8-2%
6. omega 3
7. EPA
8. DHA
omega 3, EPA, DHA bermanfaat untuk kecerdasan otak
Ikan merupakan jenis hewan yang menyediakan makanan bagi manusia. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya membutuhkan karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan protein. Disamping Protein dari hewan darat ikan juga menyediakan protein yang tinggi bagi manusia. Nilai giji yang dimiliki oleh daging ikan sangat baik hal ini dikarenakan bahwa daging ikan memiliki nilai cerna dan nilai biologis yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hewan lainnya.
Protein pada ikan mengandung asam amino esensial sempurna. semua jenis asam amino essensial yang ada pada ikan yaitu : Leusin, Lisin, Iso Leusin, tripthophan dan lain-lain.
daging ikan terdiri :
1. Protein 15-24%
2. Glikogen / karbohidrat 1-3%
3. Lemak 1 - 22%
4. Air 66 - 84%
5. dan bahan organik lain sebesar 0,8-2%
6. omega 3
7. EPA
8. DHA
omega 3, EPA, DHA bermanfaat untuk kecerdasan otak
Sabtu, 03 September 2011
Penyerapan Karbon Bisa Sebabkan Kerusakan Biota Laut
Penyerapan Karbon Bisa Sebabkan Kerusakan Biota Laut
Peneliti pada Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian Institution Washington Amerika, Nancy Knowlton mengatakan potensi penyerapan karbon (carbon sink) oleh laut memang besar akan tetapi hal tersebut dapat mengakibatkan rusaknya kehidupan biota laut.Hal tersebut dijelaskan Nancy dalam diskusi tentang keanekaragaman terumbu karang di Komunitas Utan Kayu, Jakarta, Kamis. “Laut memang menyimpan potensi penyerapan karbon besar tetapi dampaknya bisa mengakibatkan kadar air laut menjadi asam (asidifikasi) yang bisa menyebabkan kerusakan biota laut,” kata Nancy yang datang ke Indonesia sebagai salah satu peneliti dari Amerika Serikat pada Konferensi Kelautan Dunia (WOC) di Manado.Kerusakan biota laut seperti karang karena asidifikasi antara lain pemutihan karang (bleaching), osteoporosis terumbu karang dan sedimentasi.
Nancy mengatakan kerusakan terumbu karang memang telah berlangsung sejak lama, misalnya sekitar 80 persen terumbu karang di Karibia telah hilang selama 30 tahun sejak 1977.Dia juga menyebutkan terumbu karang di Indonesia Timur dan Papua Nugini tinggal 68 persen, sedangkan kawasan Indonesia Barat tinggal 29 persen.Kerusakan pada terumbu karang, katanya, bisa merusak simbiosis antara terumbu karang dan alga simbiotik yang terjadi karena suhu air laut yang meningkat dan kadar mineral yang tinggi (eutropic).Kematian massal biota laut juga bisa terjadi apabila suhu air laut meningkat secara mendadak atau meningkat sampai diatas suhu yang bisa ditoleransi oleh biot laut. Nancy mengatakan peningkatan suhu laut juga mengikuti peningkatan kadar karbondioksida yaitu bila suhu meningkat satu derajat maka kadar Co2 mencapai 375 ppm (part per milion), bila meningkat dua derajat maka kadar bisa menjadi 450 - 500 ppm, dan bila meningkat tiga derajat maka kadar meningkat menjadi diatas 500 ppm.Usaha konservasi terhadap biota laut termasuk terumbu karang, katanya, bisa berhasil dilakukan apabila memang terkait langsung dengan ekonomi masyarakat di daerah tersebut. Misalnya dia mencontohkan di Negara Palau, konservasi terumbu karang bisa berhasil karena masyarakat mengandalkan wisata bahari seperti menyelam pada terumbu karang di daerah tersebut.Nancy juga menyebutkan bahwa nilai ekonomis terumbu karang di dunia seperti dari makanan, perikanan, keanekaragaman dan wisata bahari secara global mencapi 29,8 miliar dolar AS per tahunnya.Sedangkan di Hawai, nilai ekonomis terumbu karang bisa mencapai mencapai 361 juta dolar AS untuk non ekstraktif dan 3 juta dolar AS untuk perikanan pesisir.“Sedangkan di Indonesia bisa mencapai 1,6 miliar dolar AS per tahunnya,” tambah Nancy.(*) Jakarta (ANTARA News) -
Peneliti pada Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian Institution Washington Amerika, Nancy Knowlton mengatakan potensi penyerapan karbon (carbon sink) oleh laut memang besar akan tetapi hal tersebut dapat mengakibatkan rusaknya kehidupan biota laut.Hal tersebut dijelaskan Nancy dalam diskusi tentang keanekaragaman terumbu karang di Komunitas Utan Kayu, Jakarta, Kamis. “Laut memang menyimpan potensi penyerapan karbon besar tetapi dampaknya bisa mengakibatkan kadar air laut menjadi asam (asidifikasi) yang bisa menyebabkan kerusakan biota laut,” kata Nancy yang datang ke Indonesia sebagai salah satu peneliti dari Amerika Serikat pada Konferensi Kelautan Dunia (WOC) di Manado.Kerusakan biota laut seperti karang karena asidifikasi antara lain pemutihan karang (bleaching), osteoporosis terumbu karang dan sedimentasi.
Nancy mengatakan kerusakan terumbu karang memang telah berlangsung sejak lama, misalnya sekitar 80 persen terumbu karang di Karibia telah hilang selama 30 tahun sejak 1977.Dia juga menyebutkan terumbu karang di Indonesia Timur dan Papua Nugini tinggal 68 persen, sedangkan kawasan Indonesia Barat tinggal 29 persen.Kerusakan pada terumbu karang, katanya, bisa merusak simbiosis antara terumbu karang dan alga simbiotik yang terjadi karena suhu air laut yang meningkat dan kadar mineral yang tinggi (eutropic).Kematian massal biota laut juga bisa terjadi apabila suhu air laut meningkat secara mendadak atau meningkat sampai diatas suhu yang bisa ditoleransi oleh biot laut. Nancy mengatakan peningkatan suhu laut juga mengikuti peningkatan kadar karbondioksida yaitu bila suhu meningkat satu derajat maka kadar Co2 mencapai 375 ppm (part per milion), bila meningkat dua derajat maka kadar bisa menjadi 450 - 500 ppm, dan bila meningkat tiga derajat maka kadar meningkat menjadi diatas 500 ppm.Usaha konservasi terhadap biota laut termasuk terumbu karang, katanya, bisa berhasil dilakukan apabila memang terkait langsung dengan ekonomi masyarakat di daerah tersebut. Misalnya dia mencontohkan di Negara Palau, konservasi terumbu karang bisa berhasil karena masyarakat mengandalkan wisata bahari seperti menyelam pada terumbu karang di daerah tersebut.Nancy juga menyebutkan bahwa nilai ekonomis terumbu karang di dunia seperti dari makanan, perikanan, keanekaragaman dan wisata bahari secara global mencapi 29,8 miliar dolar AS per tahunnya.Sedangkan di Hawai, nilai ekonomis terumbu karang bisa mencapai mencapai 361 juta dolar AS untuk non ekstraktif dan 3 juta dolar AS untuk perikanan pesisir.“Sedangkan di Indonesia bisa mencapai 1,6 miliar dolar AS per tahunnya,” tambah Nancy.(*) Jakarta (ANTARA News) -
Minggu, 28 Agustus 2011
Produksi ikan patin ditarget 1,8 juta ton pada 2014
Produksi ikan patin ditarget 1,8 juta ton pada 2014
JAKARTA Pemerintah menargetkan produksi ikan patin pada 2014 mencapai 1,8 juta ton dan akan didorong untuk mengisi pasar ekspor.
"Selama kurang waktu 2007-2009 saja kenaikan rata-rata produksi komoditas patin selalu di atas 50% per tahun. Kami optimistis produksi patin Indonesia mampu mencapai 1,8 juta ton pada 2014," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad melalui siaran pers awal pekan ini.
Menurut dia, saat ini, sebagian besar produksi disalurkan untuk memenuhi pasar domestik. Ke depan, pasar ekspor pun sangat potensial.
Kabupaten Banjar merupakan salah satu kawasan minapolitan berbasiskan perikanan budi daya dengan komoditas unggulan patin. Komoditas pendukung adalah ikan nila dan mas.
Produksi patin di Banjar pada tahun lalu 12270,4 ton dan produksi ikan nila 17.472,6 ton. Secara perlahan tapi pasti, kawasan minapolitan di Kabupaten Banjar mulai terbentuk, masyarakat mulai meningkat kesejahteraannya dan sekaligus menunjang pertumbuhan ekonomi daerah. Bisnis Indonesia 25 August 2011 Hal.i2
JAKARTA Pemerintah menargetkan produksi ikan patin pada 2014 mencapai 1,8 juta ton dan akan didorong untuk mengisi pasar ekspor.
"Selama kurang waktu 2007-2009 saja kenaikan rata-rata produksi komoditas patin selalu di atas 50% per tahun. Kami optimistis produksi patin Indonesia mampu mencapai 1,8 juta ton pada 2014," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad melalui siaran pers awal pekan ini.
Menurut dia, saat ini, sebagian besar produksi disalurkan untuk memenuhi pasar domestik. Ke depan, pasar ekspor pun sangat potensial.
Kabupaten Banjar merupakan salah satu kawasan minapolitan berbasiskan perikanan budi daya dengan komoditas unggulan patin. Komoditas pendukung adalah ikan nila dan mas.
Produksi patin di Banjar pada tahun lalu 12270,4 ton dan produksi ikan nila 17.472,6 ton. Secara perlahan tapi pasti, kawasan minapolitan di Kabupaten Banjar mulai terbentuk, masyarakat mulai meningkat kesejahteraannya dan sekaligus menunjang pertumbuhan ekonomi daerah. Bisnis Indonesia 25 August 2011 Hal.i2
Jumat, 26 Agustus 2011
Macrobranchium White Tail Disease (Penyakit Ekor Putih Pada Udang Galah)
Macrobranchium White Tail Disease (Penyakit Ekor Putih Pada Udang Galah)
Penyebab : Macrobrachium rosenbergii nodavirus (MrNV) dan extra small virus (XSV)
Bio – Ekologi Patogen :
• Inang penyakit sangat species spesifik yaitu udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
• Keganasan: tinggi, dalam tempo 2-3 hari mematikan 100% populasi di perbenihan.
• Melalui infeksi buatan pada PL, gejala klinis dan mortalitas yang terjadi sama dengan infeksi alamiah; sedangkan pada udang dewasa, bagian sepalotorak lembek diikuti munculnya struktur dua kantung yang menggembung berisi cairan di kanan-kiri hepatopancreas.
• Gejala klinis yang sama, menyerupai branchiostegite blister disease (BBD) yang diikuti dengan kematian dilaporkan terjadi pada kolam pembesaran udang galah.
• Distribusi: India dan Asia Tenggara (Thailand).
Gejala Klinis
• Lemah, anorexia dan memutih pada otot abdominal pada PL.
• Kondisi tersebut secara bertahap meluas ke dua sisi sehingga mengakibatkan degenerasi telson dan uropod.
• Warna keputihan pada ekor merupakan gejala klinis yang definitif, sehingga disebut penyakit ekor putih.
• Warna kehitaman (melanisasi) akan mengembang ke 2 sisi (anterior & posterior) dan menunjukkan degenerasi dari telson dan uropod
Diagnosa :
• Polymerase Chain Reaction (PCR)
• In situ hybridization
Pengendalian
• Tindakan karantina terhadap calon induk dan larva udang galah yang baru
• Hanya menggunakan induk dan benih yang bebas MrNV dan XSV.
• Menjaga status kesehatan udang agar selalu prima melalui pemberian pakan yang tepat jumlah dan mute
• Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang
sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, 2010
Penyebab : Macrobrachium rosenbergii nodavirus (MrNV) dan extra small virus (XSV)
Bio – Ekologi Patogen :
• Inang penyakit sangat species spesifik yaitu udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
• Keganasan: tinggi, dalam tempo 2-3 hari mematikan 100% populasi di perbenihan.
• Melalui infeksi buatan pada PL, gejala klinis dan mortalitas yang terjadi sama dengan infeksi alamiah; sedangkan pada udang dewasa, bagian sepalotorak lembek diikuti munculnya struktur dua kantung yang menggembung berisi cairan di kanan-kiri hepatopancreas.
• Gejala klinis yang sama, menyerupai branchiostegite blister disease (BBD) yang diikuti dengan kematian dilaporkan terjadi pada kolam pembesaran udang galah.
• Distribusi: India dan Asia Tenggara (Thailand).
Gejala Klinis
• Lemah, anorexia dan memutih pada otot abdominal pada PL.
• Kondisi tersebut secara bertahap meluas ke dua sisi sehingga mengakibatkan degenerasi telson dan uropod.
• Warna keputihan pada ekor merupakan gejala klinis yang definitif, sehingga disebut penyakit ekor putih.
• Warna kehitaman (melanisasi) akan mengembang ke 2 sisi (anterior & posterior) dan menunjukkan degenerasi dari telson dan uropod
Diagnosa :
• Polymerase Chain Reaction (PCR)
• In situ hybridization
Pengendalian
• Tindakan karantina terhadap calon induk dan larva udang galah yang baru
• Hanya menggunakan induk dan benih yang bebas MrNV dan XSV.
• Menjaga status kesehatan udang agar selalu prima melalui pemberian pakan yang tepat jumlah dan mute
• Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang
sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, 2010
Kamis, 25 Agustus 2011
“Menuju Kawasan Konservasi lestari”
“Menuju Kawasan Konservasi lestari”
Program pelestarian Kawasan Konservasi Perairan (KKP) sebenarnya sudah lama menjadi perhatian pemerintah. Bekerjasama dengan beberapa lembaga seperti NOAA, CTI (Coral Triangle Initiative), KKJI (Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan), pemerintah melaksanakan program-program pelatihan baik bagi masyarakat maupun petugas2 dengan harapan dengan semakin bertambahnya ilmu maka akan semakin besar pula harapan untuk dapat melestarikan wilayah-wilayah konservasi.
Dalam rangka mendukung program ini, BPPP Aertembaga melaksanakan pelatihan MPA (Marine Protected Area) bagi para nelayan yang berlokasi di kawasan konservasi, pelatihan yang berlangsung selama 6 (enam) hari kalender terhitung dari tanggal 8 s.d 13 Agustus 2011 ini di hadiri oleh Bpk. Drs. Riyanto Basuki., M.Si selaku wakil dari KKJI (Ditjen KP3K), Kepala BPPP Aertembaga, Bpk. Pola S.T. Panjaitan., A.Pi., MM yang sekaligus membuka pelatihan ini, serta para fasilitator dari IPB, Bpk. DR. Ir. M. Fedi. A.Sondita., M.Sc, dari Unsrat, Bpk. Ir. Hermanto W.K. Manengkey., M.Si, serta dari APB ,Bpk. Daniel Heintje Ndahwali., S.Pi., M.Si.dan dari Balai Diklat Perikanan Aertembaga. selanjutnya................
Program pelestarian Kawasan Konservasi Perairan (KKP) sebenarnya sudah lama menjadi perhatian pemerintah. Bekerjasama dengan beberapa lembaga seperti NOAA, CTI (Coral Triangle Initiative), KKJI (Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan), pemerintah melaksanakan program-program pelatihan baik bagi masyarakat maupun petugas2 dengan harapan dengan semakin bertambahnya ilmu maka akan semakin besar pula harapan untuk dapat melestarikan wilayah-wilayah konservasi.
Dalam rangka mendukung program ini, BPPP Aertembaga melaksanakan pelatihan MPA (Marine Protected Area) bagi para nelayan yang berlokasi di kawasan konservasi, pelatihan yang berlangsung selama 6 (enam) hari kalender terhitung dari tanggal 8 s.d 13 Agustus 2011 ini di hadiri oleh Bpk. Drs. Riyanto Basuki., M.Si selaku wakil dari KKJI (Ditjen KP3K), Kepala BPPP Aertembaga, Bpk. Pola S.T. Panjaitan., A.Pi., MM yang sekaligus membuka pelatihan ini, serta para fasilitator dari IPB, Bpk. DR. Ir. M. Fedi. A.Sondita., M.Sc, dari Unsrat, Bpk. Ir. Hermanto W.K. Manengkey., M.Si, serta dari APB ,Bpk. Daniel Heintje Ndahwali., S.Pi., M.Si.dan dari Balai Diklat Perikanan Aertembaga. selanjutnya................
sumber : http://www.kkp.go.id
Produksi garam masih rendah
Produksi garam masih rendah
JAKARTA Produksi garam nasional pada saat Ini diperkirakan belum mencapai 10% dari kapasitas produksi sebesar 1,2-1,3 juta ton.
Anggota Presiden Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (Apegar Pamekasan) Faishal Baidlawi mengungkapkan mulai 20 Juli hingga Agustus, produksi garam di wilayah Jawa Timur yang terdiri dari Pamekasan sekitar 8-9 ton per hektare dari luas area 888 hektare, sedangkan di Sampang sekitar 5-6 ton dari luas area 3.600-an hektare.
Luas area Sampang sesungguhnya sebesar 4.256 hektare, tetapi masih ada sekitar 15% dari luas area itu yang belum panen. Adapun produksi Sumenep sebesar 9-10 ton dari luas area 1.200 hektare.
Sementara Itu, menurut Faishal, produksi di Jawa Tengah tidak lebih dari 25.000 ton mengingat ada 30% area yang belum dipanen.
Realisasi produksi di Jawa Barat bah- kan lebih rendah karena intensitas hujan di wilayah tersebut yang masih tinggi. "Dari data Itu produksi nasional masih di bawah 10%," katanya di Jakarta, kemarin. Bisnis Indonesia 25 August 2011 hal.10
JAKARTA Produksi garam nasional pada saat Ini diperkirakan belum mencapai 10% dari kapasitas produksi sebesar 1,2-1,3 juta ton.
Anggota Presiden Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (Apegar Pamekasan) Faishal Baidlawi mengungkapkan mulai 20 Juli hingga Agustus, produksi garam di wilayah Jawa Timur yang terdiri dari Pamekasan sekitar 8-9 ton per hektare dari luas area 888 hektare, sedangkan di Sampang sekitar 5-6 ton dari luas area 3.600-an hektare.
Luas area Sampang sesungguhnya sebesar 4.256 hektare, tetapi masih ada sekitar 15% dari luas area itu yang belum panen. Adapun produksi Sumenep sebesar 9-10 ton dari luas area 1.200 hektare.
Sementara Itu, menurut Faishal, produksi di Jawa Tengah tidak lebih dari 25.000 ton mengingat ada 30% area yang belum dipanen.
Realisasi produksi di Jawa Barat bah- kan lebih rendah karena intensitas hujan di wilayah tersebut yang masih tinggi. "Dari data Itu produksi nasional masih di bawah 10%," katanya di Jakarta, kemarin. Bisnis Indonesia 25 August 2011 hal.10
Rabu, 24 Agustus 2011
Ekspor Komoditas Ikan Stabil
Ekspor Komoditas Ikan Stabil
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan ekspor produk perikanan ke Amerika Serikat dan Uni Eropa belum terpengaruh dampak krisis keuangan yang melanda kawasan tersebut. Selama ini, Indonesia menguasai 65 persen pasar ekspor ke dua benua tersebut.
"Saya prediksi ekspor tidak akan turun, kecuali jika krisis keuangan di negara tersebut berkelanjutan," kata Direktur lenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP Victor Nikjjuluvv, belum lama ini.
Selama ini, Indonesia mengekspor produk ikan berbagai jenis ke kedua benua tersebut, mulai dari tuna, udang, kepiting, sedangkan sesuai data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), Indonesia termasuk eksportir terbesar kedua setelah China.
Apabila dikaitkan dengan kondisi kompetitor ekspor dari negara lain seperti Thailand dan Vietnam, Indonesia masih diuntungkan karena Thailand sedang dilanda banjir yang mengganggu pasokan ekspornya, sedangkan Vietnam terkendala persoalan lingkungan.
Menurut Victor, jika kondisi itu bertahan dan ekspor tidak menurun, KKP optimistis nilai ekspor produk perikanan tahun ini bisa menembus angka 3,2 miliar doUar AS, dan hingga semester 1-2011, nilai ekspor sudah mencapai 1,6 miliar dollar AS. Koran Jakarta 24 August 2011 hal.15
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan ekspor produk perikanan ke Amerika Serikat dan Uni Eropa belum terpengaruh dampak krisis keuangan yang melanda kawasan tersebut. Selama ini, Indonesia menguasai 65 persen pasar ekspor ke dua benua tersebut.
"Saya prediksi ekspor tidak akan turun, kecuali jika krisis keuangan di negara tersebut berkelanjutan," kata Direktur lenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP Victor Nikjjuluvv, belum lama ini.
Selama ini, Indonesia mengekspor produk ikan berbagai jenis ke kedua benua tersebut, mulai dari tuna, udang, kepiting, sedangkan sesuai data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), Indonesia termasuk eksportir terbesar kedua setelah China.
Apabila dikaitkan dengan kondisi kompetitor ekspor dari negara lain seperti Thailand dan Vietnam, Indonesia masih diuntungkan karena Thailand sedang dilanda banjir yang mengganggu pasokan ekspornya, sedangkan Vietnam terkendala persoalan lingkungan.
Menurut Victor, jika kondisi itu bertahan dan ekspor tidak menurun, KKP optimistis nilai ekspor produk perikanan tahun ini bisa menembus angka 3,2 miliar doUar AS, dan hingga semester 1-2011, nilai ekspor sudah mencapai 1,6 miliar dollar AS. Koran Jakarta 24 August 2011 hal.15
Jumat, 12 Agustus 2011
Yopie Yuliarso Pembudidaya yang pantang menyerah
Pak Yopie, pernah menyelesaikan sekolahnya di negara Jerman di bidang studi yang sangat
jauh dari dunia perikanan yaitu elektro tehnik fachbereich technishe informatics Hamburg dan
lulus pada tahun 1988, dengan berkecimpungnya didunia perikanan beliau menyebutnya hijrah
dari high-tech ke mahluk-mahluk kecil.
Pada tahun 2008 Yopie Yuliarso pernah menggeluti pembesaran atau budidaya Kepiting Bakau
di lokasi yang produktif yaitu Mojo dan Cepiring di Jawa Tengah, berawal dari pemekaran
usahanya yaitu outlet kebab di Pekalongan, dimana pada waktu itu orang-orang disekeliling
beliau bercerita tentang penanaman benih pepohonan jati, mangga termasuk bakau yang
sangat erat hubungannya dengan ekosistem yang mengcover kepiting bakau, lalu mencoba
googling dan ternyata menarik. Karena tahu tidak ada benih dan seterusnya maka tim Yopie
Yuliarso mulai mendata dimana benih yang akan didapatkan dengan banyak (memenuhi
kebutuhan), bagaimana kontinuitasnya yang semuanya telah dilakoni tahap demi tahap dengan
baik.
Masa-masa berproduksi yang bagus pernah dialami dengan panen yang setiap hari dilakukan
dengan jumlah produksi antara 30-50 kg/hari dengan jumlah tanam isi 10-12 ekor benih per kg,
berat 60-80 gr asumsinya kalau molting besar dan beratnya naik 30% dimana 1 porsi menu
masak adalah 100 gram maka sempatlah Yopie dan timnya mengalami masa-masa
keberhasilan. kemudian tambak-tambak wadah budidaya kepiting tersebut mengalami
kebocoran terutama dari kepiting-kepiting muda terlebih mengalami kondisi riil bahwa
benih-benih kepiting selalu kekurangan dan pasti akan kekurangan terus Yopie Yuliarso
mengundurkan langkahnya. Tambak yang sudah disewa jadi menganggur, rakit terbuang
percuma basket-basket yang sudah tersewapun tergeletak sedih.
selanjutnya
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
jauh dari dunia perikanan yaitu elektro tehnik fachbereich technishe informatics Hamburg dan
lulus pada tahun 1988, dengan berkecimpungnya didunia perikanan beliau menyebutnya hijrah
dari high-tech ke mahluk-mahluk kecil.
Pada tahun 2008 Yopie Yuliarso pernah menggeluti pembesaran atau budidaya Kepiting Bakau
di lokasi yang produktif yaitu Mojo dan Cepiring di Jawa Tengah, berawal dari pemekaran
usahanya yaitu outlet kebab di Pekalongan, dimana pada waktu itu orang-orang disekeliling
beliau bercerita tentang penanaman benih pepohonan jati, mangga termasuk bakau yang
sangat erat hubungannya dengan ekosistem yang mengcover kepiting bakau, lalu mencoba
googling dan ternyata menarik. Karena tahu tidak ada benih dan seterusnya maka tim Yopie
Yuliarso mulai mendata dimana benih yang akan didapatkan dengan banyak (memenuhi
kebutuhan), bagaimana kontinuitasnya yang semuanya telah dilakoni tahap demi tahap dengan
baik.
Masa-masa berproduksi yang bagus pernah dialami dengan panen yang setiap hari dilakukan
dengan jumlah produksi antara 30-50 kg/hari dengan jumlah tanam isi 10-12 ekor benih per kg,
berat 60-80 gr asumsinya kalau molting besar dan beratnya naik 30% dimana 1 porsi menu
masak adalah 100 gram maka sempatlah Yopie dan timnya mengalami masa-masa
keberhasilan. kemudian tambak-tambak wadah budidaya kepiting tersebut mengalami
kebocoran terutama dari kepiting-kepiting muda terlebih mengalami kondisi riil bahwa
benih-benih kepiting selalu kekurangan dan pasti akan kekurangan terus Yopie Yuliarso
mengundurkan langkahnya. Tambak yang sudah disewa jadi menganggur, rakit terbuang
percuma basket-basket yang sudah tersewapun tergeletak sedih.
selanjutnya
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
Langganan:
Postingan (Atom)