Kamis, 29 September 2011

Berkah laba diolah di instalasi pengolahan limbah

Produk ramah lingkungan terbukti bisa menjadi lahan bisnis yang menguntungkan. Seperti usaha pembuatan instalasi pengolahan limbah (IPAL) yang menggunakan bakteri pengurai. Dua tahun terakhir omzet produsen IPAL ini naik signifikan karena semakin ketatnya aturan pemerintah soal pengelolaan limbah baik industri atau perumahan.


Pemahaman untuk menjaga lingkungan agar tetap sehat ternyata bisa menjadi peluang bisnis yang menguntungkan. Selain bermanfaat menjaga kelestarian alam, bisnis yang ramah lingkungan itu bisa memberikan fulus yang menggiurkan.


Salah satu produk yang bermanfaat bagi lingkungan itu adalah instalasi pengolahan limbah (IPAL) cair yang bisa digunakan untuk perumahan, perkantoran, rumah sakit atau di pabrik. Instalasi pengolahan limbah cair itu sering dikenal dengan nama wastewater treatment.


Pengusaha yang membuat IPAL itu adalah Joko Nugroho, pemilik CV Taqindo Karya, di Surabaya. Berkat bisnis IPAL, alumni Institut Teknologi Surabaya (ITS) itu mampu mendulang omzet lebih dari Rp 100 juta per bulan.


Sejak memulai usaha pada 2009 silam, Joko sudah bisa melayani pembuatan IPAL untuk berbagai kebutuhan, termasuk IPAL berteknologi daur ulang.


Ide membuat IPAL muncul saat ia menjadi relawan bencana tsunami di Aceh pada 2005 lalu. Saat itu Joko melihat IPAL bikinan relawan Korea Selatan dan Kanada. 


Berkat jadi relawan itu pula Joko mengetahui sistem serta teknologi pengolahan limbah itu. Setelah kenyang menjadi relawan, pada 2006 Joko kembali ke Surabaya dan bekerja di sebuah perusahaan yang juga memproduksi IPAL. 


Joko sengaja bekerja di perusahaan yang memproduksi IPAL, sebab ia memiliki latar belakang pendidikan di bidang lingkungan. Joko merupakan alumnus Fakultas Teknik Lingkungan ITS tahun 2004. "Saya waktu itu ambil spesialisasi kajian pengelolaan limbah," jelas Joko. 


Tiga tahun lamanya Joko bekerja untuk orang lain, hingga akhirnya ia memutuskan buka usaha sendiri tahun 2009. Ia nekat membuka usaha pembuatan IPAL walau dengan modal pas-pasan. 


Saat mendapatkan pesanan membuat IPAL, Joko mengandalkan uang muka dari si pemesan IPAL. Karena kurang, Joko nekat mencari pinjaman dari temannya. "Saya harus utang Rp 15 juta untuk menyelesaikan proyek perdana itu," terang Joko.


Berkat duit pinjaman itu, Joko akhirnya bisa menyelesaikan pesanan senilai Rp 90 juta tersebut. Tentu, begitu dia dibayar lunas, Joko pun langsung menutup utangnya itu. "Hanya butuh dua minggu bagi saya untuk melunasinya," terang Joko.


Setelah dua tahun menjalani usaha pembuatan IPAL, Joko setidaknya telah memiliki 40 mitra yang terdiri dari industri, rumah sakit, dan juga perumahan. Dari setiap proyek itu Joko mengutip laba yang beragam, tergantung dari nilai proyeknya. "Rata-rata labanya sekitar 25% dari nilai proyek," ungkap Joko.


Joko sendiri memiliki beragam produk IPAL untuk berbagai kegunaan. Seperti IPAL untuk limbah domestik manusia di perumahan, rumah sakit, dan perkantoran. Dalam produk ini, Joko menerapkan bio teknologi pengurai bakteri.


Selain itu, Joko juga memproduksi IPAL yang memiliki teknologi pengolahan daur ulang. Artinya, IPAL ini bisa mengolah air limbah menjadi air yang bisa digunakan kembali. "Permintaan pengolahan air limbah untuk daur ulang tergantung dari pesanan," terang Joko.


Namun Joko mengakui tidak banyak yang tertarik memesan IPAL yang bisa mendaur ulang. Bukan karena mereka jijik, namun teknologi IPAL ini harganya masih terbilang mahal. Apalagi banyak klien Joko yang memesan IPAL demi memenuhi ketentuan pemerintah. 


Itulah sebabnya, agar bisnis pembuatan IPAL berjalan lancar, Joko mesti mengikuti perkembangan aturan yang ditetapkan pemerintah pusat dan ada juga pemerintah daerah.


Dengan mengikuti perkembangan situasi, bisnis IPAL Joko pun semakin berkibar. Apalagi, belakangan ini banyak proyek pembangunan mulai menyasar ke ke wilayah Indonesia Timur. "Ada percepatan pembangunan di Indonesia Timur yang membuka peluang bagi usaha saya," ungkap Joko.


Karena berlokasi di Surabaya, setidaknya Joko bisa lebih hemat dalam hal transportasi. Sehingga dia bisa berkompetisi dalam tender pembuatan IPAL. "IPAL bisa kami kerjakan dari Jakarta sampai Papua," klaim Joko yang berencana akan melakukan ekspansi usahanya ke Indonesia Barat.


Selain Joko, produsen IPAL lainnya adalah PT Bioseptic Abadi di Kelapa Gading, Jakarta. Kusuma Himawan, Sales Manager PT Bioseptic Abadi bilang, perusahaan itu berdiri sejak 1996 lalu dan melayani pemasangan IPAL untuk industri, perumahan, rumah sakit, dan juga sekolah.


Selama berbisnis IPAL, Himawan mengaku baru dua tahun belakangan bisnis IPAL laris manis. Hal itu terjadi karena ketatnya aturan yang dibikin pemerintah DKI Jakarta soal pengolahan limbah. "Dua tahun ini omzet saya naik dua kali lipat," kata Himawan. Namun dia enggan menyebut nilai omzet itu.


Sekadar gambaran, Himawan memiliki produk IPAL untuk limbah domestik mulai dari harga Rp 3 juta hingga Rp 3 miliar per unit. "Sebulan kami bisa jual 10 unit," katanya.


Sama dengan Joko, Himawan juga memiliki produk IPAL untuk daur ulang yang biasanya digunakan untuk industri ataupun untuk perkantoran. Namun pesanan untuk IPAL ini sepi peminat. "Kami punya IPAL yang bisa menghasilkan air yang kualitas setara dengan air ledeng," terang Himawan.


Menurutnya, IPAL yang laris adalah IPAL untuk limbah manusia berupa tabung yang memiliki bakteri pengurai yang disebut dengan bioseptictank. "IPAL ini memiliki bakteri khusus yang bisa dengan cepat mengurai limbah dan tidak mencemari tanah," terang Himawan.


Himawan pun menyatakan, bisnis pengolahan limbah adalah bisnis masa depan. Terutama pengolahan limbah untuk daur ulang. "Air di perkotaan makin langka sehingga nanti akan ada upaya mendaur ulang air untuk digunakan sendiri," ujarnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar