SOCIAL ENTREPRENEUR ANDI MUHAMMAD ARIF HIDAYATULLAH
Andi mendirikan bank kotoran ternak untuk kesejahteraan petani
Prihatin melihat nasib petani yang terimpit harga pupuk kimia, Andi Muhammad Arif Hidayatullah menggagas pendirian Bank Kotoran Ternak. Selanjutnya, kotoran itu diolah menjadi pupuk organik yang dijual kepada para petani dengan harga murah. Alhasil, petani pun akan terbebas dari pupuk kimia yang harganya semakin mahal.
Hasrat kuat untuk meningkatkan kesejahteraan para petani di sekitar tempat tinggalnya, membawa Andi Muhammad Arif Hidayatullah terlibat dalam pendirian dan pengelolaan Koperasi Syariah Bangun Tani Mandiri di Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan pada tahun 2009.
Di koperasi yang fokus pada pemberdayaan kelompok tani ini, Arif demikian sapaan akrabnya, menggagas pendirian Bank Kotoran Ternak (BKT) sejak April 2011 lalu. Menurutnya, ide ini tercetus lantaran ia prihatin melihat nasib para petani yang terus terbebani oleh kenaikan harga pupuk kimia. Selain itu, pengetahuan soal pengolahan dan pemakaian pupuk organik dari kotoran ternak di kalangan petani juga masih minim.
Bukan itu saja, niat Arif ini makin kuat karena koperasi membeli tabung biogas yang bisa memproduksi pupuk organik dari kotoran ternak di koperasinya. "Setelah melakukan penyuluhan dengan anggota kelompok tani, akhirnya kami membantuk bank (kotoran ternak) ini sebagai wadah pengumpul bahan pembuat pupuk," ujarnya.
Arif ingin BKT tak hanya bermanfaat bagi petani. Ia juga ingin anak-anak petani bisa mendapatkan uang tambahan dengan ikut menyetor kotoran ternak yang kemudian ditukar dengan uang.
Setiap satu kilogram kotoran ternak itu, penyetor akan mendapat Rp 200 dari BKT. "Biasanya mereka akan mengambil uang pada akhir bulan, saat sudah terkumpul banyak," ujar pria yang kini berusia 30 tahun ini.
Sayang, dari sekitar 20 kelompok tani di Kecamatan Tanralili, baru dua kelompok yang aktif menyetor kotoran ternak di BKT. Padahal, jika 18 kelompok tani yang menjadi anggota koperasi, jumlah kotoran ternak akan lebih banyak.
Dengan setoran dua kelompok tani itu, BKT mampu memproduksi hingga empat ton pupuk organik, baik dalam bentuk cair maupun padat.
Untuk pupuk cair, Arif tidak menggunakan bahan baku kotoran dalam bentuk padat. Ia hanya memakai air seni hewan ternak serta air hasil pembersihan kandang hewan ternak.
Adapun untuk satu kilogram pupuk padat, diperlukan 700 gram kotoran kering. Sisanya adalah limbah padi. Semua bahan itu lantas difermentasi menjadi pupuk.
Dengan harga jual ke para petani sekitar Rp 1.000 per kg, Arif bilang, bank baru bisa meraup omzet Rp 4 juta per bulan. Ia pun menegaskan, kalau bank memang bukan mencari keuntungan.
Arif menjelaskan, tujuan BKT adalah membantu para petani yang terjepit harga pupuk yang kian melangit. "Kami bisa menghasilkan pupuk yang dijual dengan harga 300% lebih murah dari pupuk kimia," ujarnya.
Hanya saja, produksi pupuk organik belum bisa mencapai skala komersial karena keterbatasan bahan dan sumber dana manusia. Maklum, sebagian besar proses pembuatan pupuk ini dikerjakan secara manual.
Karena itu, BKT masih fokus pada penjualan pupuk untuk petani di Tanralili. "Saat ini, kami masih menyosialisasikan manfaat bank ini sehingga nanti bisa menarik lebih banyak kelompok tani untuk bergabung," ujar Arif optimistis.
Sebab, Arif yang memiliki cita-cita membangun pertanian di tanah kelahirannya itu ingin BKT benar-benar memberi keuntungan maksimal untuk petani. Arif pun tak pernah berhenti berkampanye tentang berbagai manfaat pupuk organik dan bagaimana membuatnya.
Menurut Arif, hasil penjualan pupuk organik yang ditampung dalam BKT juga akan dibagikan secara merata sesuai kontribusi anggotanya. "Komposisi pembagiannya adalah 70% untuk anggota dan 30% untuk biaya operasional bank ini," tutur lelaki yang menjadi finalis Community Entrepreneurs dari British Council pada 2011 ini.
Untuk mempersiapkan pasar bagi pupuk organiknya, Arif juga rajin memberi penyuluhan pada petani-petani yang berada di luar Kecamatan Tanralili. Alhasil, ketika produksi pupuk sudah makin besar, pasar akan siap menerima pupuk organik dari BKT.
Kini, meski masih dalam porsi mungil, pupuk organik memang telah dijual di luar Tanralili. "Namun, kami menjualnya dengan harga dua kali lipat untuk warga di luar Tanralili. Itu pun, dengan catatan, stok pupuk untuk kebutuhan petani Tanralili harus terpenuhi lebih dulu," jelas Arif.
Ia pun menghitung, jika seluruh kelompok tani yang berjumlah 20 unit di Tanralili ikut serta dalam pembuatan pupuk organik di BKT, maka bisa dihasilkan pupuk organik senilai Rp 92 juta per bulan. "Bayangkan, begitu besar potensi ekonomi dari kotoran yang dianggap tak berguna ini," tandasnya.
Untuk itu, ia berharap usaha pupuk organik ini akan memperoleh dukungan penuh, baik dari kelompok tani maupun pemerintah daerah setempat.
Arif pun percaya, idenya bisa diterapkan pada semua areal pertanian sehingga petani bisa merasakan manfaat yang lebih banyak. "Kami berharap pola seperti ini bisa membantu pola pertanian berkelanjutan serta menumbuhkan kesadaran petani tentang manfaat pupuk organik," imbuhnya,
Pria yang juga kini sedang menyusun rencana pembuatan wisata edukasi bagi para anak sekolah untuk berkunjung ke pabrik beras dan peternakan di Kabupaten Maros ini juga menyatakan, dengan menghasilkan pupuk organik sendiri, petani akan terhindar dari permainan harga pupuk yang selama ini membelenggu mereka.
Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/79040/Eko-Krisyanto-Kalau-ingin-sukses-jangan-takut-memulai-3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar