Kamis, 22 September 2011 11:59 |
Keuletan mengantar Saipunawas Raepani menjadi pengusaha boneka sukses. Kini, usaha yang dimulai dengan bekal lima mesin jahit dan uang pinjaman Rp12juta itu telah membukukan omzet ratusan juta rupiah. Menggeluti usaha pembuatan boneka tak pernah terpikir dalam benak pria kelahiran Bumiayu, Brebes, 43 tahun silam ini. Terlahir dari ayah petani dan ibu penjahit, Saipunawas kecil terbiasa hidup kekurangan. Terkadang saat masa paceklik, dia terpaksa menunggak bayaran uang sekolah lantaran orangtuanya tak punya uang. “Kalau diomelin guru gara-gara belum bayar, saya sih ndableg saja. Biarin, yang penting semangat sekolah,” ujarnya belum lama ini. Ketiadaan biaya juga menghentikan langkah Saipunawas untuk menuntut ilmu hingga perguruan tinggi. Selepas tamat sekolah menengah, dia membulatkan tekad merantau ke Surabaya. Selama lebih dari setahun, dia mengadu nasib di Kota Pahlawan itu dengan berjualan apa pun asalkan halal. “Dagang mi ayam, bubur ayam, pokoknya kerja apa sajalah yang penting halal dan bisa buat makan,” ucap pria yang akrab disapa Nawas itu. Setahun kemudian, tepatnya pada 1986, Nawas mencoba peruntungan di Ibu Kota sebelum akhirnya pindah ke Bekasi. Mulai 1990, dia mengikuti jejak kakaknya berdagang ayam potong di pasar Bantargebang, Bekasi. Namun, krisis moneter membuat usahanya merugi. Usaha dagang ayam potong yang telah dijalani lebih dari lima tahun itu pun bangkrut dan Nawas menganggur di rumah. “Tapi saya di rumah nggak bisa diam. Lalu, saya berbisnis apa saja yang saya bisa beli lalu bisa dijual kembali. Misalnya boneka, alat elektronik, dan mesin jahit bekas. Nah, dari situlah saya mulai kenal dengan para perajin boneka. Barulah ada feeling ke sana (boneka),” tuturnya. Tahun 2000, Nawas bersama seorang rekannya yang pernah bekerja di pabrik boneka di Korea lantas merintis usaha pembuatan boneka di Bekasi dengan nama PD Dwi Putra Mandiri Toys. Sayangnya, dua tahun kemudian usaha patungan itu berakhir. Namun, seperti kata penulis berkebangsaan Amerika Napoleon Hill, setiap kegagalan ternyata membawa benih kesuksesan. Berbekal pengetahuan dan pengalaman cara membuat boneka, Nawas bertekad meneruskan roda usaha PD Dwi Putra Mandiri Toys sendirian. Gayung pun bersambut manakala saat itu seorang kenalan menawarinya pinjaman modal usaha sebesar Rp12juta dan lima unit mesin jahit. Bersama lima mitra pekerja, usaha rumahan itu mampu memproduksi hingga 100 boneka per hari. Untuk menambah kapasitas produksi, Nawas mencari tambahan mesin jahit bekas pabrik. “Kalau ada yang jual mesin dan kondisinya masih bagus, langsung saya beli, lalu saya kasih ke warga sekitar yang mau jadi mitra kerja. Satu orang mitra bisa sampai lima mesin dan mereka boleh mengerjakan di rumah masing-masing. Hasilnya, produksi boneka kami pada 2004 secara kumulatif bisa mencapai 2.000 buah karena yang kerja banyak,” bebernya. Seiring kapasitas produksi dan permintaan pasar yang terus bertambah, rumah Nawas di kawasan Bantargebang Barat yang dijadikan basis produksi pun sudah kewalahan. Pada 2006, dia membangun ruangan tersendiri di belakang rumahnya yang lantas dijadikan tempat produksi boneka. Di area seluas 550 meter persegi ini, sebanyak 50 pekerja mulai pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB melakukan proses produksi, mulai pemotongan kain, penjahitan, memasukkan dakron ke dalam badan boneka hingga finishing. “Dengan menggunakan 18 mesin jahit, dalam sehari kami bisa memproduksi sampai 500 boneka,” sebutnya. Memanfaatkan jejaring yang dimiliki semasa berdagang, ayah empat anak ini berhasil memasarkan bonekanya di kawasan Jakarta, Surabaya hingga Samarinda. Omzet per bulan pun kini menembus angka Rp600 juta. Berkat keuletan, kegagalan yang pernah direguknya kini berbuah kesuksesan. Di sisi lain, dia bersyukur karena bisa menggandeng warga sekitar. Termasuk kakak dan adik kandungnya yang dahulu berdagang ayam potong kini juga menggeluti usaha rumahan pembuatan boneka. “Jadi, kalau dulu kami keluarga ayam, sekarang keluarga boneka,” ujarnya. Menurut Nawas, saat ini jumlah item model boneka yang diproduksinya telah mencapai lebih dari 500 model yang dijual dengan kisaran harga Rp7.000– 125.000. Beberapa di antaranya adalah boneka model beruang, panda, dolphin, bebek, pisang, dan spongebob. Untuk boneka model baru biasanya menyesuaikan dengan film kartun di televisi yang tengah digemari anak-anak. Misalnya yang tengah booming saat ini adalah kartun Shoun the Sheep. (*/Koran Sindo) |
Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/manufaktur/11338-berbekal-keuletan-saipunawas-sukses-geluti-bisnis-boneka.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar