PELUANG USAHA
Senin, 12 September 2011 | 16:25 oleh Bambang Rakhmanto
PELUANG BISNIS KULINER LUMPIA SEMARANG
Saat Lebaran, omzet jualan lumpia sangat gurih
Tradisi membawa oleh-oleh usai mudik Lebaran menjadi lahan empuk meraih laba bagi pebisnis makanan tradisional Lumpia khas Semarang. Selama masa Lebaran pedagang lumpia bisa menjual 5.000 buah lumpia, naik ketimbang bulan biasanya yang hanya 1.500 buah.
Lumpia semarang memang sudah lama terkenal. Bisa dikatakan, bagi para pelancong yang datang ke Semarang, Jawa Tengah, membawa buah tangan atau oleh-oleh lumpia sepertinya sudah menjadi kewajiban. Apalagi di saat Lebaran tiba.
Penganan berbahan baku rajangan rebung atau bambu muda serta cacahan daging yang digulung dalam kulit dari adonan terigu dan telur ini memang laris manis saat Lebaran tiba. Tidak hanya penduduk Semarang saja yang membeli lumpia buat suguhan para tetamu Lebaran.
Para pemudik yang datang ke Kota Atlas ini juga tak lupa membawa oleh-oleh lumpia saat kembali ke kota asal. "Lumpia ini biasanya dijadikan oleh-oleh untuk kerabat atau mitra kerja," terang Sukaton, pedagang lumpia yang berjualan lumpia di lokasi bandara Ahmad Yani, Semarang.
Saat Lebaran adalah musim panen raya bagi pedagang lumpia semarang. Pria yang akrab disapa Katon itu bilang, selama Ramadan hingga Lebaran tiba, dia telah menjual sebanyak 5.000 lumpia dengan omzet mencapai Rp 40 juta. Padahal pada hari-hari biasa, Katon hanya mampu menjual lumpia sebanyak 1.500 buah per bulan dengan besar omzet hanya Rp 12 juta saja.
Setiap lumpia yang diproduksi Katon dijual mulai Rp 7.000 - Rp 8.000 per buah. Menurut Katon, banyaknya peminat lumpia karena kudapan itu bisa dibawa untuk perjalanan jauh terutama lumpia yang mentah atau yang belum digoreng. "Yang laris itu lumpia mentah karena tahan sampai dua hari," kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Paguyuban Lumpia Semarang itu.
Karena sudah lama berjualan membuat Katon sudah hafal dengan sebagian pelanggannya. Ia bilang, sejatinya, pembeli lumpia itu kebanyakan warga Semarang sendiri yang merantau ke ke berbagai kota di Indonesia.
Bagi Katon, meski permintaan lumpia naik tiga kali lipat selama Lebaran, dia tak mau mengurangi mutu dan rasa lumpia buatannya. Hanya saja, Katon mengaku kesulitan mendapat pasokan rebung dari sekitar Semarang. "Kalau, toh, ada rebung, harganya sudah kelewat mahal," ungkap Katon yang sudah menjadi pedagang lumpia sejak 23 tahu lalu itu.
Itulah sebabnya, untuk menekan biaya produksi, Katon pun terpaksa kulakan rebung hingga ke Wonosobo yang harganya lebih murah meski saat Lebaran.
Walaupun harga rebung naik, Katon ogah menaikkan harga jual lumpia karena khawatir pelanggannya bakal kecewa. "Biarlah laba saya sedikit asalkan pembeli tetap setia," terang Katon yang enggan menyebutkan besaran laba bisnis lumpianya itu.
Kenaikan penjualan lumpia juga dirasakan Muhammad Muklis, pemilik gerai Lumpia 57 di Jl Setiabudi, Semarang. Selama Ramadhan dan Lebaran, Muklis mampu meraup omzet berlipat ganda dibanding bulan lainnya. “Penjualan lumpia saya naik dari 200-250 buah menjadi 500 - 600 buah saat Lebaran," kata Muklis.
Berbeda dengan Katon, pada Lebaran tahun ini Muklis menaikkan harga jual lumpia. Kalau di hari biasa dia menjual lumpia seharga Rp 6.000 per buah, di saat Lebaran, harga lumpia naik menjadi Rp 7.000 per buah. Muklis beralasan, kenaikan harga jual itu untuk mengimbangi kenaikan harga bahan baku. "Harga rebung sudah naik tinggi," kata Muklis.
Maklum, selain karena Lebaran, pasokan rebung juga berkurang karena musim kemarau.
Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/77200/Saat-Lebaran-omzet-jualan-lumpia-sangat-gurih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar