Jumat, 09 September 2011

Tak perlu kabur, bayar utang dengan cerda

Personal Finance

MANAJEMEN UTANG
 
Kamis, 08 September 2011 | 16:16  oleh Yuwono Triatmodjo
KIAT LEPAS DARI UTANG
s (1)
JAKARTA. Gali lubang tutup lubang, pinjam uang bayar utang. Gali lubang tutup lubang, sana lunas sini utang. Beberapa kalimat di atas adalah penggalan lirik lagu berjudul "Gali Lubang Tutup Lubang" yang dipopulerkan oleh Rhoma Irama. Intinya, si Raja Dangdut ini berpesan hidup sederhana lebih baik ketimbang hidup mewah tapi selalu dililit utang.
Sejatinya, banyak alasan orang terpaksa berutang. Mulai dari memenuhi biaya kebutuhan yang mendesak atau hanya sekadar memuaskan nafsu gaya hidup dan keinginan semata. Apapun motivasi Anda, pinjaman tersebut tetap merupakan kewajiban yang harus diselesaikan. Tindakan nakal dengan mengemplang utang sampai berhadapan dengan juru tagih utang tidak menyelesaikan masalah, malah bisa mendatangkan kesulitan baru.
M. Ichsan, perencana keuangan dari Prime Planner Family, mengatakan, potensi terjerat utang umumnya timbul saat seseorang tidak disiplin mengatur arus kasnya. Dalam kamus perencana keuangan, beban cicilan pinjaman atau kredit maksimal 30% dari pendapatan.
Namun, orang sering mengabaikan atau melanggar batasan tersebut. Mereka baru kebingungan ketika pokok utang tidak ada habisnya meski sudah membayar lebih besar dari minimal cicilan yang diperkenankan oleh pemberi kredit.

Jika Anda sudah berada dalam kondisi seperti itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah berhenti berutang dalam bentuk apapun. "Sebelum persoalan timbunan utang beres, jangan pergunakan kartu kredit Anda," ujar Ichsan.

Langkah berikutnya adalah memulai proses penyelesaian kredit. Nah, di sini ada beberapa cara yang direkomendasikan oleh sejumlah perencana keuangan. Pertama, memperbesar cicilan terhadap utang yang memiliki bunga paling tinggi.

Misalkan Anda memiliki utang kepada tiga bank penerbit kartu kredit, dari ketiga kartu kredit itu buatlah urutan utang yang memiliki beban bunga paling besar. Setelah menemukan yang terbesar, upayakan mencicil utang itu dengan jumlah lebih besar dari sebelumnya. "Tujuannya agar utang berbunga tinggi bisa cepat dilunasi," kata Ichsan.

Sementara terhadap tagihan dua kartu kredit lain, cicilan dapat dilakukan seperti biasa. Tapi jangan memperkecil porsi cicilan atau malah sengaja tidak dibayar untuk menutup tagihan kartu kredit berbunga besar. Ini menambah persoalan baru.

Kedua, silakan mencairkan aset yang dimiliki di tabungan atau deposito untuk menutup atau memperkecil saldo pinjaman. Hitung-hitungannya, jika menempatkan duit di deposito bank hanya memperoleh imbal hasil 6% per tahun, alangkah berharga jika dana itu dialokasikan untuk mempercepat pelunasan utang yang berbunga hingga 42% per tahun.

Ketiga, merestrukturisasi utang atau tagihan kredit tersebut. Cara restrukturisasi adalah membayar utang lama dengan membuat utang yang baru. "Yang perlu diperhatikan, bunga pinjaman baru harus lebih rendah dari pinjaman yang lama," kata Budi Triadi Pratama, perencana keuangan dari Akbar Financial Check Up. Tentu saja Anda perlu memperhatikan jangka waktu utang. Usahakan jangan lebih panjang dari waktu kredit yang direstrukturisasi.

Oh, iya, apabila pinjaman lama tidak menggunakan jaminan, pertahankan kondisi tersebut. Artinya, Anda jangan mencari pinjaman baru yang membebankan jaminan aset Anda. Risikonya jelas, aset Anda bakal disita oleh kreditur bila utang tersebut tidak terselesaikan.

Keempat, usahakan melunasi utang konsumtif terlebih dahulu. Karena pada umumnya utang jenis ini mematok bunga yang paling tinggi. Sementara terhadap utang produktif, beban Anda dapat sedikit berkurang lantaran kenaikan nilai atas aset yang dibeli lewat kredit produktif tersebut. (Bersambung)


 
Selasa, 13 September 2011 | 12:15  oleh Yuwono Triatmodjo
KIAT LEPAS DARI UTANG
Tak perlu kabur, bayar utang dengan cerdas (2)
JAKARTA. Jika upaya untuk melunasi utang tak bisa dilakukan sementara kemampuan membayar utang Anda makin kecil, cara terakhir yang dapat dilakukan adalah bernegosiasi dengan pemberi utang agar mendapatkan keringanan pembayaran.
"Bernegosiasi sangat dimungkinkan, tetapi masyarakat banyak yang tidak tahu dan enggan melakukannya," kata M. Ichsan, perencana keuangan dari Prime Planner Family. Padahal, lewat cara ini debitur bakal mendapat banyak kemudahan asalkan tetap menunjukkan iktikad baik. Umumnya ruang bernegosiasi mulai terbuka saat cicilan minimum bulanan sudah mencapai 60% dari pendapatan bulanan si pengutang. Pihak bank tentu senang jika nasabah memiliki iktikad melunasi utang.

Sementara praktik intimidasi dan ancaman kekerasan yang diterima debitur lantaran sulit membayar utang, sering menjadi momok menakutkan. Contoh paling anyar adalah kematian Irzen Octa, nasabah kartu kredit Citibank, akhir Maret lalu. Octa diduga meninggal dunia setelah menjadi korban kekerasan oleh oknum juru tagih (debt collector) kartu kredit bank asing tersebut.

Agar kasus semacam ini tidak terulang, nasabah dapat secepat mungkin memberitahukan kondisi keuangannya kepada bank. Selanjutnya, meminta agar bunga pinjamannya diturunkan atau dihapus sama sekali. Ini sangat mungkin dilakukan. "Ada sejumlah bank yang mau menerima negosiasi ini," kata Ichsan. Dari semula bunga 3% per bulan, ada debitur yang mendapat penurunan bunga 0,99%, bahkan tanpa bunga.

Setelah memberikan keringanan bunga, biasanya pihak bank akan memberikan jangka waktu tertentu kepada debitur agar melunasi seluruh utangnya. Ambil contoh, selama tiga tahun sisa utang itu harus lunas tanpa dibebani bunga lagi.

Dari sisi bank, cara semacam ini lebih menguntungkan dibandingkan harus menggunakan jasa juru tagih. Selain menghindari cara-cara kekerasan, negosiasi ulang utang merupakan alternatif penyelesaian paling bijak dan menguntungkan kedua belah pihak.

Bank pun tidak akan rugi meski memberikan potongan bunga. Maklum, selama ini mereka sudah menikmati bunga yang besar. Bagi debitur, kegagalan membayar utang akan menyulitkan transaksi keuangannya kelak di kemudian hari setelah masuk dalam daftar hitam Bank Indonesia.
Tulisan ini diambil dari Edisi Khusus KONTAN Agustus 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar