Kamis, 22 September 2011

“Udara Segar” di Balik Bisnis Penjualan Masker

PDF Cetak E-mail
Rabu, 21 September 2011 14:44
Pengguna masker terus mengalami peningkatan. Beberapa dekade lalu, hanya beberapa kalangan saja yang intens memakai masker dalam kehidupan kesehariannya. Itupun mereka lakukan demi profesi kerja, misal para medis, petugas laboratorium, pekerja pabrik, pekerja bangunan, dll.

maskerSaat ini, pemakaian masker sudah menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat, khususnya yang tinggal di kota besar. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir menjadi penyumbang terbesar kadar emisi karbon dalam udara. Kita ambil contoh Jakarta.

Dari keterangan Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) baru-baru ini, kondisi udara di ibu kota RI terus memburuk. Bahkan menurut Ahmad Safrudin, Koordinator KPBB, polusi udara di DKI Jakarta termasuk yang tertinggi bila dibandingkan dengan ibu kota negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya dan sumber pencemaran yang paling besar yaitu sekitar 70 persen berasal dari asap kendaraan bermotor.

Menghirup udara kotor secara kontinyu atau terus menerus dalam jangka waktu yang relatif lama tentunya bisa membahayakan tubuh, terutama bagi organ pernafasan manusia. ISPA atau infeksi saluran pernafasan atas menjadi penyakit pernafasan yang paling sering menjangkiti masyarakat perkotaan. Karena hal itulah, masker dibutuhkan.

Masker, selain bisa digunakan untuk menjaga kesehatan juga dapat dilirik sebagai peluang usaha. Keuntungan yang diperoleh dari menjual masker bisa menjadi “udara segar” bagi para pelaku bisnis. Dipadukan dengan kreativitas serta ketrampilan menjahit, masker bisa diproduksi dengan desain yang lebih fashionable dan trendi. Jenis bahan, pola serta warna masker dapat dikreasikan mengikuti selera konsumen.

Banyak produsen masker yang sukses meraih untung berlipat dari masker. Tito Sudianto contohnya. Produsen masker bermotif untuk biker sekaligus pemilik maskermotif.com ini mampu menjual sekitar 500 unit masker dengan harga yang bervariasi mulai dari Rp10 ribu hingga Rp15 ribu/unit. Dalam kondisi permintaan yang tinggi, Tito bisa mengantongi omzet hingga Rp10 juta/bulan. Padahal, menurut Trijaya.com, Tito merupakan pemain baru yang mengawali usahanya itu pada awal tahun 2010.

Lalu ada pula Arianto, produsen masker bermotif batik. Dengan mengambil bahan dari Solo, Jawa Tengah, Arianto mampu memproduksi 13.500 masker dari kain batik sepanjang 900 meter yang kemudian dijual seharga Rp7 ribu untuk grosir dan Rp8 ribu untuk eceran dengan ketentuan minimum pembelian sebanyak 8 buah. Menurut pantauan Kontan, usaha yang telah dirintis sejak tahun 2009 itu sukses membuahkan omzet sebesar Rp20 juta/bulan.

Bagi Anda yang tertarik terjun dalam bisnis ini, sebaiknya lakukan inovasi agar bisa lolos dari ketatnya persaingan. Buatlah masker yang lebih unik misalkan berbentuk hewan atau makanan, dsb. Pembuatan masker juga bisa disesuaikan dengan karakteristik konsumen. Jika Anda ingin membidik anak-anak, buatlah masker berpola tokoh kartun yang lucu-lucu dan sedang booming. Sementara bila ingin menyasar para eksekutif muda, buatlah masker berpola gadget atau hal-hal seputar teknologi dan sebagainya.

Untuk mengawalinya, Anda bisa memulainya dari skala kecil atau skala rumah tangga. Gunakan waktu luang untuk mendesain dan memproduksi masker lalu uji respon market dengan menjualnya ke kerabat dekat, seperti sanak saudara, tetangga, teman dekat, dll. Pemasaran secara online juga sangat disarankan untuk menarik minat konsumen.

Walau bukan termasuk bisnis baru, potensi membuat serta menjual masker ini diprediksi tetap cerah hingga beberapa tahun ke depan. Selama jumlah penduduk terus bertambah yang berimbas pada penambahan kendaraan bermotor dan peningkatan polusi udara, masker akan tetap diperlukan konsumen. Apalagi, masyarakat sekarang ini lebih concern terhadap kesehatan. Demi menjaga harta tak ternilai itu, masyarakat dipastikan akan memilih serta melakukan yang terbaik. (*/ely)

Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/bisnis-mikro/11313-udara-segar-di-balik-bisnis-penjualan-masker.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar