Selasa, 13 September 2011

Menguak Kemitraan Kedai Kopi Luwak

Inspirasi Usaha
Menguak Kemitraan Kedai Kopi Luwak
Erlangga Djumena | Selasa, 13 September 2011 | 14:46 WIB

tribun lampung

KOMPAS.com — Kopi luwak terkenal sebagai kopi paling mahal di dunia. Kopi yang sejatinya berasal dari kotoran atau feses musang (Paradoxurus hermaphroditus) yang masih berbentuk biji kopi ini disuka lantaran mempunyai tingkat keasaman yang rendah.
Pamor kopi luwak yang sudah mendunia inilah yang membuat Mifta Khur Rokhman berani menawarkan usaha Mr Luwak Coffee kepada khalayak pada Maret 2011. Mifta sendiri baru membuka usaha kopi luwaknya ini pada Desember 2010. Kini Mifta sudah punya tiga gerai milik sendiri di Gresik, Surabaya, dan Malang.
Mifta mengaku, untuk tawaran kemitraan itu, dia sudah mendapat penawaran kerja sama dari beberapa calon di Batam, Bandung, Lumajang, dan Surabaya.
Walau menyuguhkan kopi luwak asli, Mifta tidak menempatkan Luwak Coffee sebagai minuman kelas atas. "Mr Luwak Coffee menyasar semua kalangan," ujarnya.
Bahan baku kopi Mr Luwak Coffe adalah kopi jenis arabika dari kotoran musang yang ditangkarkan di kawasan perkebunan kopi di Lampung Selatan. Menurut ahli kopi, kopi luwak hasil penangkaran tergolong sebagai kopi luwak kelas dua. "Yang kelas satu adalah kopi luwak dari musang yang masih liar," tutur Mifta.
Kopi luwak hutan menjadi kopi paling mahal karena rasanya paling enak. Namun, untuk mendapatkan kopi luwak hutan jelas sangat susah. Itulah sebabnya Mifta memilih memakai kopi luwak penangkaran. "Rasanya hampir mirip dengan kopi luwak asal hutan," klaimnya.
Untuk menjadi mitra Mr Luwak Coffee, Mifta menawarkan paket investasi senilai Rp 10 juta. Investasi itu di luar sewa tempat. Dengan investasi sebesar itu, calon mitra akan mendapatkan tempat berjualan, yaitu booth, paket promosi, perlengkapan dan peralatan, serta bahan baku untuk 210 cangkir kopi.
Karena mengusung konsep kemitraan, Mr Luwak Coffee tidak membebankan royalty fee kepada mitra. Mitra hanya diwajibkan untuk membeli bahan baku kopi luwak yang dikemas dalam bentuk saset. "Jadi, tinggal diseduh. Lebih praktis dan cepat," kata Mifta, berpromosi.
Mifta menjual satu pak kopi luwak isi 25 saset seharga Rp 250.000 plus gula Rp 100 per saset isi 3 gram. Mifta juga mengharuskan mitra membeli creamer seharga Rp 15.000 per botol untuk 50-100 cangkir.
Kepada mitra, Mifta mematok harga jual Rp 15.000 per cangkir. Harga itu memang jauh lebih murah dibandingkan dengan menikmati kopi luwak di restoran atau kafe lain.
Jika konsumen ingin menambah krim, dikenakan tambahan biaya Rp 1.000 per cangkir sehingga harganya menjadi Rp 16.000. Dengan target penjualan 30 cangkir per hari, omzet mitra diperkirakan sebesar Rp 450.000 sampai Rp 500.000 per hari. Jika target tercapai, mitra balik modal setelah empat bulan.
Menurut Ketua Dewan Pengarah Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) Amir Karamoy, bisnis kopi luwak sangat menarik, bahkan bisa bagus di pasar ekspor. Namun, harga yang sangat murah malah akan menjadi bumerang karena bisa menjadi sumber keraguan keaslian kopi luwak. "Terkadang kopi luwak sudah dicampur dengan kopi lain sehingga nikmatnya berkurang," katanya. (Handoyo/Kontan)
Sumber :
KONTAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar