Sabtu, 24 September 2011 12:10 |
Hidup tidak selamanya berjalan mulus, dan kesuksesan harus diperoleh dengan perjuangan. Banyak kisah sukses diawali dengan jatuh bangun, seperti kisah sukses Muh Yusuf Ismail, Direktur Utama PT Gadjahmada Indonesia. Masa kecil Yusuf tidak terlalu menyenangkan, dia harus membantu orang tuanya, Ismail Daeng Meleng dan Hj Hafsah. Ayahnya adalah seorang pedagang kaki lima yang berpindah dari satu pasar ke pasar lainnya. Bakat bisnis ayahnya turut diwarisi Yusuf. Kelas satu Sekolah Dasar, Yusuf menjual es keliling membantu dagangan ibunya. Yusuf mengaku tidak merasa malu dengan teman-temannya pada saat itu, mengingat kondisi hidup mereka yang memang serba pas-pasan. "Bahkan saya merasa bangga dengan apa yang saya kerjakan," ujarnya. Duduk di bangku kelas tiga SD, Yusuf juga membantu kakaknya, H Abd Karim berjualan buku dengan menggunakan gerobak keliling. Pada saat itulah, dia benar-benar merasakan spirit bisnis mengalir dalam dirinya. Karena dekat dengan buku pulalah, sehingga Yusuf kemudian menjadi seorang "kutu buku". Dia mengoleksi ratusan buku dari berbagai penulis terkenal. Hingga sekarang ini, dia mengaku masih keranjingan membaca buku, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan diri dan manajemen. Berkarier di dunia pendidikan, memang sudah menjadi pilihan Yusuf. Ayah satu anak ini, pernah labil untuk menentukan langkah, namun, akhirnya dia sadar bahwa Lembaga Bimbingan Belajar Gadjahmada sudah menjadi bagian hidupnya yang harus dia besarkan. Di sini, dia kemudian bisa sukses dan mendirikan cabang di beberapa daerah. Yusuf melihat, banyak orang yang ingin mencapai kesuksesan dengan cara instan. Mereka enggan meraih kesuksesan itu dengan kerja keras. Kondisi ini sering membuat Yusuf prihatin, hingga kemudian melalui LBB Gadjahmada yang dia didirikan, dia banyak memotivasi karyawan-karyawannya yang sebagian besar mahasiswa untuk tidak cepat puas. Suami Fitria Syahid ini, senantiasa berbagi spirit wirausaha dengan generasi-generasi muda yang sedang merangkak mencapai kesuksesan. Pilihannya untuk bergelut dalam dunia pendidikan, tidaklah lahir begitu saja, namun memiliki catatan proses yang panjang ketika Yusuf baru duduk di bangku kelas dua SMA Negeri 5 Makassar. Ia merasakan gairah dan bersemangat ketika bisa mentransfer ilmunya kepada orang lain. Pada saat duduk di SMAN 5, Yusuf sering mengajar privat bahasa Inggris. Bahkan, terkadang dia rela mengajar di sekolah-sekolah terpencil, seperti di daerah Sidenreng Rappang. Pada saat semester dua di Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Yusuf kemudian bergabung menjadi tentor di salah satu lembaga bimbingan belajar. Selain memuaskan hobinya untuk mengajar, dia juga memperoleh tambahan biaya untuk kuliahnya, bahkan, dia sempat menyisihkan untuk ibunya. Delapan tahun dia bergelut di lembaga bimbingan belajar tersebut. Sebuah pekerjaan tentunya memiliki konsekuensi, dan konsekuensi yang dialami Yusuf, dia agak terlambat menyelesaikan kuliahnya, sembilan tahun. Setahun setelah menyelesaikan kuliahnya, tepatnya pada 1998, Yusuf bersama empat temannya mendirikan Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) Gadjahmada. Modal awal pendirian LBB Gadjahmada adalah pinjaman dari paman seorang teman Yusuf, termasuk gedung dan semua kelengkapan belajar mengajarnya. "Kami benar-benar tak memiliki modal sedikitpun, selain keyakinan dan kepercayaan diri," ujarnya. Awal pendirian lembaga bimbel ini, dirasakan Yusuf dan rekan-rekannya sebagai masa-masa yang sulit. Terkadang kata Yusuf, gaji karyawan dan tentor tertunda selama tiga bulan. Perlatan belajar mengajar juga terbatas, apalagi jika harus melakukan try out ke luar daerah. Menghadapi kondisi tersebut, Yusuf tetap berikrar untuk membayar gaji karyawannya tepat waktu setiap tanggal satu. "Alhamdulillah, komitmen itu selalu saya tepati," lanjutnya. Pada 2000, semua temannya hengkang dari LBB Gadjahmada, sehingga tinggal dia sendiri. Yusuf tetap bertahan karena kecintaanya dengan dunia ajar mengajar. Dia melewati masa-masa sulit dengan segala keterbatasan. Pernah dia jenuh dan nyambi sebagai supervisor di sebuah perusahaan percetakan. Namun, akhirnya kemudian dia sadar bahwa dirinya harus fokus di lembaga bimbel yang dia dirikan dengan susah payah. Tahun 2006 merupakan masa titik balik, usahanya berkembang dan Yusuf akhirnya memutuskan keluar dari perusahaan percetakan dan dia fokus pada lembaganya. LBB Gadjahmada pun kemudian berkembang dan mulai dibanjiri peminat. Kini, Yusuf sudah mendirikan 14 cabang, 9 di Makassar dan lima di daerah. (*/Fajar) |
Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/kuliner/11381-penjual-es-keliling-yang-sukses-membangun-bimbel.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar